Mohon tunggu...
Aditya Dimas Verdiangga
Aditya Dimas Verdiangga Mohon Tunggu... Penulis - Ahli bedah

Rahmatan Lil'alamin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan di Ujung Senja

30 Mei 2019   11:55 Diperbarui: 30 Mei 2019   12:29 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tak ingin jatuh cinta pada seorang perempuanpuan karena cita-citaku mati muda, dan itu berbanding lurus dengan perpisahan yang membuatnya terluka. Aku sering membahas mati agar dengan kematian akan mengurai berapa cinta yang berlebihan. 

Aku sungguh sanyang sama dia dia yang tak ku inginkan datang dan meski aku cari pengganti dia tak terganti ada hal indah di dunia ini yang mendapat kata-kataku, "kamu satu tasatunya pertama dan terakhir" meski dalam mengatakanya tubuhku bergetar hiper aktif untuk menjaga dari lengah berkendara, karena lebih dari 10 jam bergelut dengan panasnya jalan terik matahari dinginya malam kurang tidur dan kendaraan berat lainya.

Mungkin aku aku akan merubah cita-citaku agar lebih lama di dunia ini menikmati seduhan teh yang kau buat dengan sepenuh hati, aku tau itu campuran kesungguhan dan kemantapan jiwa mencampur di dalam adukan teh dengan takaran gula yang kau buat

Aku akan berdoa agar aku di beri umur panjang rezeki hallal yang melimpah ruah untuk menysukuri segala nikmat yang aku ketahui dan tidak aku ketahui.

Aku seorang pemalas terlebih soal berhubungan dengan mahkluk, soalnya aku tau pusat kesediahan itu ada di mahkluk dan pusat bahagia ada di pencipata segala mahkluk, ah apa ku bicarakan aku berlindung dari prasangaka dan orang dholim dan sejenisnya, aku tak ingin melukai perempuan karena sempat membuat kenangan aku tak ingin jadi beban karena aku bukan sebuah aturan gaya, aku ingin sekali mendengar suaramu yang tidak menghakimiku, karena hakim bukan tugasmu, entahlah mungkin kamu mulai sayang padaku sehingga kamu tak mau melihat aku berbuat salah.

Dia pertangahan bulan mei tepatnya di angka satu yang tidak terbatas, aku di jam pukul dua belas siang aku mulai persiapkan barang barangku sampo, sabun, sikat gigi celana dalam dan kaos damam baju ganti dua dan selendang hijau pemberian ibuku, aku suka bawa selendang ibuku yang di berikan padaku untuk menutupi debu debu yang berterbangan di jalan.

Ada hal kenapa aku harus aku berangkat, aku harus lihat keadaan cuaca, di pusat kota di pasar kota dan tempat peribadatan, karena aku tak mau ada kerususuhan karena di sana  ada perempuan yang aku sayang, jika aku tidak berangkat aku akan menyesal seumur hidupku dan dia sarana pemicu penyebabnya aku gila.

Aku izin ibuku "ibu aku jalan jalan" krm uang ya dikirimi uang 200.000, dan itu uang aku belikan powebank di madiun 

Sebelum berangkat aku persiapkan barang barang yang dia suka dan aku butuhkan dari  ku penuhi tanki bengsin dan gelang kemudian roti aku aku siapkan, keadaan montor ternyata kurang baik untungnya ketahuan di pujon dan rantai mualai lepas untungnya di depan bengkel aku bershukur mungkin ini namanya perjalanan yang direstui meski rusak montorpun rusaknya di pas di depan bengkel.

Aku terus lanjutkan perjalanan hingga daerah mediun aku beli powe bank, ternyata ada harga 60.000 tapi di kasih harga 50.000 soalnya aku bilang beli power bank 50.000. Ternyata tidak ada isinya, akuvtukarkanlah yang harganya yang lebih mahal 125.000

Aku lanjutkan lagi sampailah di purwodadi yang aku tersesat di sana. Malam itu baku di tolong dengan di tunjukan jalan menuju semarang oleh beberapa orang yang akau jumpai di kota semarang sudah subuh aku sholat subuh dan lanjutkan perjalanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun