Mohon tunggu...
Must Itjand
Must Itjand Mohon Tunggu... -

civil servants yang mencoba menggores pena

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

PENGKHIANAT

28 November 2011   07:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:06 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Haii  Sobat, senandung merdu

biarlah…..

biarlah semua

berlalu…..

seperti waktu,

dan kini…..

hadapi semua

walaupun itu perih

lagu “Perih - Andra and The Backbone” berhias hangat cappucino tak mampu mengusir dinginnya semilir hembusan AC dari celah-celah  dinding Nikko Kafe Sarinah Thamrin Jakarta, sementara ku lihat istriku di dalam masih asyik dalam memilih dan memilah sepatu yang ingin dibelinya.

Sobat,

waktu saat ini menunjukkan pukul 6.30 petang, lampu di jalan MH Tamrin mulai terang mengiringi lalu lalang kendaraan. Aku masih diam memandang jalan yang sedikit lenggang. Ponsel kecil tak lepas selalu aku main-mainkan diputar kekiri kadang kekanan, kadang Aku geser posisinya agak ke kiri kadang agak kekanan. Denyut nadi terus berdegup mengalirkan rasa rindu yang tak terobati, sebulan sudah kejadian itu berlalu, aku berusaha tidak merindukannya tapi semakin aku melupakannya semakin aku tersiksa.

Saat itu Aku dan dia bagaikan sepasang merpati yang terpisah oleh jarak dan waktu, sepasang merpati yang terbang dalam jalinan dunia maya, hanya sebuah memori kecil yang membuat merpati itu saling mengetahui bahwa mereka pernah saling bertemu tapi itu lebih dari 20 tahun lalu. Dalam perjalanan waktu entah siapa yang memulai Aku dan dia saling bicara walau hanya berkirim kata-kata, melempar senyum, kadang juga sekedar memberi tahu adanya lagu merdu, mendengarkannya lalu menyanyikannya. Dunia tanpa batas menyatukan aku dengannya bukan dalam hitungan hari, tapi seiring dengan berputarnya jarum jam didinding kamarku.

Waktu terus berlalu, jarum jam di dinding terus berputar entah berapa kali jarum itu berputar mengiringi Aku dan dia berjumpa dalam balutan kata-kata. Kadang kata itu menggurui , kadang ada rasa cemburu, kadang juga terselip kenakalan seperti layaknya kata-kata remaja. Kadang Aku menyapanya di waktu pagi, kadang pula dia yang menyapa aku disiang hari, kadang kala Aku dan dia juga saling menyapa  hingga  larut malam. Kadang dia bercerita tentang dia, kadang juga Aku bercerita tentang aku,  dan kadang pula Aku dan dia bercerita tentang kita, tentang teman-teman kita. Cerita-cerita itu membuat Aku dan dia bukan makin menjauh tetapi makin mendekat, makin tidak mengenal waktu, makin menina bobokkan melupakan siapa aku dan dia sebenarnya. Cerita dalam kata itu membiarkan senyum, canda dan tawa mengalir bagaikan air, melewati celah-celah bebatuan, menerobos pelan dengan menggoreskan kesejukan. Kesejukan air itu juga Aku biarkan merasuki aliran darah melewati denyut-denyut nadi menghantar ke dalam relung hati menggetarkan gelombang cinta yang telah lama mati.

Kami terus berjumpa walau hanya berkirim kata, tanpa berniat saling bertemu dan tidak berniat ingin bertemu. Suatu ketika aku ingin melupakannya, dan diapun sadar untuk melupakanku, tapi beriring berjalannya waktu aku dan dia tidak bisa saling melupakan, selang beberapa hari terpisahnya jarak tidak membiarkan Aku dan dia untuk  terbuai dengan rajutan kata tanpa tahu raga. Wajah cantik dengan rambut hitam ikal melebihi bahunya  selalu meronakan senyum menghantar lagu rindu untuk ingin selalu Aku  menyapanya.

Sobat,

hari berganti minggu, minggu berganti bulan dan bulan pun berganti musim, Aku dan dia masih saling bertemu dalam kata-kata, hingga sebuah pertanyaan terlontar "apakah kamu mencintaiku ?", sejak itu kebimbangan mulai terbuka, ada rasa rindu yang tak terpungkiri, ada rasa bersalah pada wanita yang selalu setia menungguku, dan ada rasa yang terus berkecamuk dalam dada akan arti sebuah cinta dan persahabatan. Kata-kata itu membuatku beku, nadiku berhenti berdenyut, dan Aku tak tahu harus berkata apa.

Waktu terus berlalu mengiringi awan yang terus berarak, memanyungi Aku dan dia dari teriknya mentari, di malam hari bulanpun terus tersenyum melihat bintang selalu berkedip saat sang bintang  tahu kata demi kata antara aku dan dia mengalir bagai lautan asmara, selalu ada rasa rindu, rasa cinta, terus menyatu dalam canda, tawa dan kegalauan antara pengkhianatan sebuah persahabatan. Hatipun makin berkecamuk saat tidak ada pilihan kata, dikala harus menjawab sebuah tanya kedua darinya "apakah kamu takut jatuh cinta yang sebenarnya ? " dan terlontarlah kata "ya...", sebuah kata yang sulit terucap dan tak pantas diucapkan dalam bingkai kata sahabat.

Waktu masih terus berlalu, bulan masih menari dengan sang bintang-bintang, matahari masih ceria dengan kilau sinarnya, dan kami masih menjalin cerita dengan kata-kata, makin saling terbuka, makin saling bisa menerima. Hingga suatu ketika Aku harus terjaga dari buaian mimpi ini, karena Aku dan dia masing-masing ada yang punya, ada pasangan kami yang mencintai dan ada anak-anak kami yang ingin dimengerti. Akhir kata sobat, semua harus diakhiri agar kami tidak saling menyakiti atau disakiti.

Suatu ketika , sebulan yang lalu , dalam keheningan malam disaat Aku dan dia hanya berdua, di saat itu jalinan ini disepakati untuk diakhiri. Kepedihan dan sesalpun mulai menghantuiku berbalut rindu yang tak akan terobati, karena sejak itu semua ceria dan  senyum tawa  hilang seiring dia menghilang bagai ditelan bumi.

Sobatku, benar katamu, cinta itu bukan hanya kata dan perasaan, walau jiwa kami hanya bertemu dalam dunia yang tidak nyata, namun hati ini seolah mencari hatinya, hingga ada sebuah tanya apakah aku mengkhianati istriku,  atau dia diam-diam mengkhianati suaminya ?, benar katamu  sobat , cinta bukan hanya kata dan perasaan.

Sobat,

Saat ini rasa sesal dalam balutan rindu akan menjadi hari-hariku, biarlah semua berjalan bagai waktu  demi menjaga rasa cinta  pada orang-orang yang aku kasihi,   agar  mereka  tidak  ada hati yang tersakiti.

Salam

sahabatmu,

****

Aku masih terdiam saat membaca e-mail dari sobatku, aku  lirik ponselku dan aku meraihnya masih  terbaca di layar "haaiiii, lagi ngapain nich, miss u ..." Terbayang senyum wajah sang penerima di ujung sana, seorang sahabat yang cantik dengan rambut hitam ikal melebihi bahunya. Ada rasa bimbang, namun rasa rindu dalam  gelora cinta  tak kuasa menahan jemariku untuk menekan tombol "yes/enter", dan sesaat kemudian dengan tarikan nafas panjang terbaca di layar  ponsel "message send", dalam hitungan detik  dilayar ponselku terbaca sebuah pesan balasan......  "miss u 2"......

by must itjand,  nopember 2011

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun