Sejarah Hubungan Internasional berdasarkan negara berdaulat dapat ditelusuri hingga perdamaian Westphalia 1648. Kemudian dari tahun 1500 hingga 1789 menjadi kebangkitan negara-negara berdaulat yang merdeka, institusionalisasi diplomasi dan angkatan bersenjata. Yang akhirnya disusul dengan Revolusi Perancis yang menetapkan bahwa berdaulat bukanlah pangeran atau oligarki melainkan warga negara yang didefinisikan sebagai bangsa.
Dari Eropa menyebar luas ke Amerika, Afrika dan Asia melalui kolonialisme dan peradaban Eropa. Pada dasarnya, teori Hubungan Internasional belum dikembangkan hingga akhir Perang Dunia I. Akan tetapi. Teori HI sudah lama bergantung pada karya ilmu sosial lain.
Para pemikir orientalis Barat di Eropa menafsirkan agama Islam sebagai agama yang penuh dengan kekerasan dan penghalang perdamaian dunia karena agama Islam mengancam keamanan internasional.
Namun hal ini dibantah para sarjana muslim di Barat, mereka berpendapat bahwa adanya kesalahpahaman dalam menafsirkan Islam yang ditafsirkan oleh para orientalis tersebut. Sehingga mereka pun mengadakan penelitian bandingan untuk membantah apa yang telah diungkapkan oleh para orientalis tersebut.Â
Pada masa Rasulullah SAW di madinah, Rasulullah melakukan beberapa hal seperti membangun masjid (Masjid Nabawi), mempersaudarakan kaum tanpa membeda-bedakan, dan membentuk Piagam Madinah. Piagam Madinah berisi tentang persatuan umat muslim dan non-muslim, perjanjian perdamaian, dan perjanjian kerjasama.Â
Dari sini pemerintahan Islam (khilafah) mulai dibangun dan terorganisir struktur pemerintahannya. Rasulullah juga telah mengirimkan para diplomat (utusan) kepada para penguasa di belahan dunia untuk menyebarkan dakwah dan mengenalkan bahwa adanya negara baru.
Sejarah telah membuktikan bahwa Rasulullah telah mengirimkan beberapa utusan ke negara-negara lain pada tahun ke-3 sampai 9 H. Politik luar negeri yang dijalankan Rasulullah SAW melalui jalur diplomatik dengan cara mengirimkan surat-surat. Selain untuk menyebarkan dakwah, surat-surat diplomatik itu sekaligus untuk memberitahu keberadaan sebuah negara baru yang berpusat di Madinah.
Hal ini cukup efektif karena Madinah melai diakui dan di segani di kawasan tersebut. Pola Hubungan Internasional dalam sejarah Islam lebih banyak dilatarbelakangi dengan kepentingan dakwah serta penyebarluasan wilayah kekuasaan Islam, dan membebaskan diri dari hegemoni dunia saat itu yaitu Romawi dan Persia.
Islam telah menegaskan pangkal perdamaian dalam Hubungan Internasional dan kaum muslimin tidak dibenarkan untuk campur tangan terhadap urusan internal negara lain. Abdul Wahhab Khallaf menjelaskan lebih detail bahwa Hubungan Internasional dalam Islam mengacu kepada dua kondisi utama yaitu damai dan perang.
Yang mana Islam lebih menekankan perdamaian maka dari itu adanya diplomasi perjanjian damai seperti perjanjian Hudaibiyah yang merupakan bentuk toleransi antara kaum muslimin dan kaum Quraisy.
Salah satu ayat yang sangat relevan tentang dasar hukum Hubungan Internasional adalah surat al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi: "Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal."