Mohon tunggu...
Ibnu Abdillah
Ibnu Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - ... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

| pengangguran, yang sesekali nyambi kuli besi tua |

Selanjutnya

Tutup

Politik

AADZ: Ada Apa dengan Zul?

3 Mei 2017   20:46 Diperbarui: 3 Mei 2017   20:51 1362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diambil dari news detik.com

Meski Pilkada DKI Jakarta 2017 sudah usai, ternyata masih menyisakan banyak cerita menarik pasca kemenangan Anies-Sandi terhadap Ahok-Djarot, yang mengejutkan banyak pihak karena selisih suara yang begitu besar. Bukan hanya soal karangan bunga yang ribuan jumlahnya terpajang manis di Balai Kota dan sekitarnya sebagai apresiasi, sekaligus representasi kehidupan demokrasi yang manis melalui penghargaan atas kinerja dan capaian Ahok-Djarot, tapi juga soal “rahasia dapur politik” yang akhirnya terungkit, sedikit demi sedikit.

Termasuk yang terbaru adalah pengakuan mengejutkan dari Zulkifli Hasan, Ketua MPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), bagaimana kronologis ditentukannya pasangan dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 hingga fiksasi lahirnya AHY-Sylvi dan Anies-Sandi sebagai penantang calon petahana, Ahok-Djarot. Zulkifli Hasan (selanjutnya Pak Zul) tiba-tiba menjadi sosok yang banyak diperbincangkan karena telah memperbincangkan “rahasia dapur politik” yang seharusnya “di dapur” saja, tidak perlu di bawa ke ruang keluarga, apalagi diumumkan di depan rumah dan diketahui banyak warga.

Entah kenapa, Pak Zul yang biasanya lebih banyak tersenyum, diam, cool,dan wibawanya tampak melalui tutur kata yang terukur serta kehati-hatian dalam memberikan statement, menjadi begitu lancar dan lugas menjelaskan sebuah cerita behind the scenes Pilkada DKI Jakarta 2017 yang seharusnya cukup dinikmati anggota keluarga saja. Kenapa? Karena apa yang Pak Zul jlentrehkan secara jelas menyebutkan nama, peran dan sikap politik masing-masing tokoh. Pak Zul seperti mempretelimasing-masing ketum partai tersebut, dan bahkan menyebutkan nama JK, Wakil Presiden RI, yang ikut mengintervensi dan seperti ngototmengajukan Anies Baswedan.

Entah kenapa dan apa tujuannya, tiba-tiba Pak Zul yang terhormat menjadi “lepas” seperti itu. Seperti seorang klien psikologis yang sedang duduk di kursi empuk untuk melakukan katarsis. Dibuka sejelas-jelasnya. Seperti seorang yang sedang mengeluarkan unek-unekdan keluh-kesah atas setumpuk masalah di depan psikolog bernama media. Padahal baru saja Pak Zul memberikan statement, bahwa kemenangan di Plkada DKI Jakarta adalah kemenangan demokrasi.

Agak aneh tentu saja. Kenapa? Karena apa yang disampaikan Pak Zul, tentu saja berpotensi menimbulkan konflik politis, terutama ketika isu tersebut dihaturkan ke ranah publik dimana multi tafsir dan interpretasi tak bisa dihindarkan. Dunia maya yang begitu kejam tak akan memberikan ampun, terutama ketika suasana pasca Pilkada DKI Jakarta belum benar-benar selesai dan “menyatu” kembali. Secara personal, nama-nama yang disebutkan oleh Pak Zul pasti merasa tidak nyaman karena merasa “ditelanjangi” tanpa bisa melakukan perlawanan. Mereka (nama-nama itu) mungkin juga bertanya, “Ada Apa Dengan Zul?” (AADZ)

JK (dalam posisinya sebagai Wakil Presiden) katanya melakukan intervensi terhadap penentuan pasangan calon pada Pilkada DKI Jakarta. Ketika “Poros Cikeas” (Demokrat, PAN, PPP, dan PKB) sudah fixmengusung AHY-Sylvi, sepertinya Sandi-Mardani juga akan fix.Namun, petanya berubah setelah JK menelpon dan melakukan intervensi (bahasa Pak Zul) sehingga pada akhirnya Prabowo menyetujui Anies sebagai Cagub, dan Sandi sebagai Cawagubnya. Pak Zul juga menjelaskan secara lugas bagaimana proses dan “alot”nya komunikasi politik “tingkat tinggi” itu. Intinya, ada peran JK dalam memasukkan nama Anies (yang sebelumnya tidak ada yang mau mencalonkannya). Sebelumnya sudah ada semacam komitmen, kalau koalisi Cikeas menang, maka koalisi Kertanegara (sebutan untuk Gerindra dan PKS) ikut bergabung melawan petahana, dan begitu pula sebaliknya.

Lalu setelah AHY-Sylvi dipastikan tidak masuk pada putaran kedua, Pak Zul mendatangi SBY sebagai “ketua” Poros Cikeas untuk menanyakan bagaimana kelanjutan koalisi. SBY, pada akhirnya memutuskan untuk non-blok. Sementara ketika mendatangi Cak Imin (ketua PKB), belum ada keputusan. Masih ngawang-ngawang karena pertimbangan “begini dan begitu”. Paling tinggi netral, begitu kata Cak Imin. Nasib yang lebih “buruk” didapatkan ketika Pak Zul bertanya pada Romi (Ketua PPP). Romi menjawab kalau surat partainya masih belum keluar, belum ada keputusan Mahkamah Agung. Menurut Romi, dirinya itu sopir yang tidak punya SIM (jadi ketua Partai tapi suratnya belum keluar).

Pak Zul juga dengan “asiknya” mengatakan kemenangan Anies di depan mata, meski SBY mengatakan sulit menang, karena kata SBY, tim sukses Ahok adalah negara. Pak Zul bahkan membawa “mistisisasi” dalam angka keramat 19, sebagai tanggal pencoblosan dan kebiasaan “mistis” yang dilakukannya.

Entah apa yang diinginkan oleh Pak Zul dengan menjelaskan hal semacam itu, karena dalam konteks politik, tentu kita tidak bisa membacanya hanya dalam sebatas kejujuran semata. Jujur apa adanya boleh, tapi mungkin saja jujur karena memang ada apanya. Kecurigaan semacam ini menjadi wajar dan sah-sah saja ditilik dalam konteks politik. Tapi apapun isinya, paling tidak, ada beberapa informasi penting yang bisa kita dapatkan dan kembangkan dari “pengakuan” Pak Zul ini; ada yang “menyedihkan”, ada yang lucu dan menjual diri dan partai, dan ada yang membelalakkan mata kita.

Menyedihkan (atau anggap saja mengecewakan) karena Pak Zul membawa dua tokoh penting dalam republik ini, dan sedikit menegasikannya dengan agak “tidak sopan”. Tokoh senior, yang posisinya bisa membuat friksi politik baru dalam negeri ini. Pertama, dengan membawa nama JK begitu terang dan jelas sebagai pihak yang mengintervensi. Cerita Pak Zul ini seperti ingin semakin memperkeruh hubungan harmonis antara Presiden dengan Wakilnya, terutama ketika isu reshuffle mulai mencuat dan secara langsung diarahkan kepada menteri “bawaan” JK.

Apa yang diharapkan Zul dengan membawa nama JK, sebagai sosok yang getol mengajukan Anies? Istana Wapres sudah melakukan klarifikasi, bahwa JK hanya memberikan pertimbangan politik yang logis ke Prabowo dalam kapasitas dirinya sebagai politisi senior yang mempunyai pengalaman dan intuisi yang tajam dalam perpolitikan di Indonesia. Jadi wajar ketika JK ikut memberikan pertimbangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun