Mohon tunggu...
Ibnu Abdillah
Ibnu Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - ... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

| pengangguran, yang sesekali nyambi kuli besi tua |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mungkin Ini PPKM Tahunan Dengan Sistem Perpanjangan Cicilan

5 Agustus 2021   14:11 Diperbarui: 5 Agustus 2021   15:54 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagian kita meyakini, bahwa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) adalah bagian penting dari upaya negara untuk mengurangi penyebaran Covid-19 yang, beberapa waktu lalu, semakin tinggi. 

Di banyak daerah, terbukti berhasil. Jakarta, misalnya, kasus pasien aktif mengalami penurunan yang sangat signifikan dari 113.000-an pada tanggal 16 Juli, menjadi 15.000-an hanya dalam waktu 2 minggu setelahnya. Keberhasilan itu disampaikan langsung oleh Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta.

Artinya, pembatasan mobilitas masyarakat berhasil membuat Covid-19 berdiam di tempat, atau jika berhasil jalan-jalan, ia tak menemukan orang karena suasana sepi dan serba dibatasi. Celingak-celinguk kesana kemari, tak menemukan orang untuk ditemui. Saat bertemupun, sudah siap dengan piranti: 5 M yang terus digalakkan untuk dipatuhi. Lebih-lebih, di beberapa daerah, lampu-lampu kota sebagai penerang jalan dibuat mati.

Sebagian kita yang lain justru sebaliknya, mempertanyakan apa manfaat semua ini, bahkan di pelosok-pelosok desa nun jauh disana, sampai saat ini masih ada yang percaya bahwa Covid-19 itu tidak ada. Semua ini adalah konspirasi, sebuah kongkalikong orang-orang elit agar bisa keluar duit.

Duit yang mana? Duit negara. Duit negara, kan, banyak digunakan untuk memberi bantuan pada rakyatnya, ada juga yang dibuat beli vaksin, membantu para nakes atau relawan yang berjibaku, membantu menjaga perekonomian agar kuat meski resesi. Jawabannya, "justru itu, banyak yang ambil bagian meski setetes dua tetes dari semuanya itu".

Sampai disitu, saya berpikir, mereka yang jauh mendapatkan lebih banyak informasi atau saya memang goblok soal yang seperti ini. Entahlah.

Termasuk juga yang beranggapan ada yang endorse Covid-19, ada juga yang kalau positif mendapatkan dana segar yang lumayan, di banyak daerah muncul isu tentang peng-covid-an meski tak mengalami sakit apa-apa, penjemputan paksa positif Covid, munculnya tes-tes palsu dan basi, oknum-oknum penyuap serta kongkalikong petugas kesehatan yang memainkan harga, penggunaan test yang tidak ajeg, pejabat-pejabat negara yang awalnya mengentengkan, kepedean dalam mengatasi Covid-19, dll.

Kita percaya Covid-19 ada sebagaimana percaya, bahwa hoaks tentang Covid-19 semakin merajalela. Tapi jangan dipungkiri dan seolah buta, bahwa hal-hal yang membuat masyarakat tidak percaya terhadap semua ini benar-benar ada, dan terjadi. Tidak semata-mata nyinyir, lalu mengatakan itu adalah hoaks. Lebih-lebih mereka memiliki rujukan orang-orang yang selama ini memang kritis terhadap negara, lalu diyakini sebagai sebuah keberanan dan dirayakan secara euforis melalui saling membagikan dan memberi tahukan.

Terlebih pada akhirnya, banyak orang yang memiliki legitimasi untuk bicara (sebagai pengamat) yang semakin mendukung tingginya ketidak-percayaan masyarakat, terutama soal angka-angka Covid-19 yang ditampilkan setiap hari, tentang vaksin, tentang runyamnya perekonomian serta absurd-nya kebijakan yang diambil oleh negara. Tapi baiklah, itu soal perspektif, setiap orang punya hak untuk berbicara.

Semakin "memanas" saat dikait-kaitkan dengan ajaran-ajaran dalam agama. Semakin runyam saat dikaitkan dengan orang-orang luar yang seolah bebas datang. Lalu semakin menggila saat ditopang dengan perekonomian masyarakat yang kacau balau. Rumus rakyat kecil sama, "jika tidak mati karena Covid-19, ujung-ujungnya mati karena lapar dan sakit".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun