Mohon tunggu...
Ibnu Abdillah
Ibnu Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - ... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

| pengangguran, yang sesekali nyambi kuli besi tua |

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Moncer di Level Junior Redup di Senior, Tipikal Khas Talenta Muda Indonesia?

30 November 2019   21:47 Diperbarui: 2 Desember 2019   11:58 1539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media PSSI via Superball

Semakin tua, kemampuan dan kekuatan tentu akan menurun, tapi tidak dalam waktu yang cepat. Tidak drastis seperti kebanyakan talenta muda kita. Kalau dihitung-hitunga, dari U-19 hingga usia 25 tahun, sepertinya tak terlalu drastis mengalami penurunan kecuali sudah berusia 30 tahun ke atas.

Evan Dimas, Hansamu, atau Zulfiandi yang akhirnya bertahan masuk dalam skuad Timnas Senior tampak ikut melemah seperti pemain lainnya. Ngos-ngosan di babak kedua, konsentrasi buyar, lawan menguasai permainan, biasanya diakhiri dengan kekalahan.

Itu seperti menjadi rumus umum Timnas Senior kita. Jago di awal-awal permainan, di babak pertama, lalu seperti kehabisan tenaga di menit-menit yang paling menentukan.

Bahkan manusia yang paling tidak tahu sepak bola pun akan melihat bagaimana kelemahan itu terletak pada kekuatan fisik yang akhirnya berdampak pada kacaunya permainan, mental cenderung lebih emosional. Operan bola tidak akurat, tidak mengenai sasaran, memanfaatkan operan lambung yang mudah dipatahkan. Intinya, benar-benar tak menarik untuk disaksikan.

Karena itulah Timnas selalu kalah. Tak memuaskan. Tampil mengecewakan. Bukan kita tak cinta Timnas, tapi mungkin sebagian orang sudah bisa menebak jalan akhir pertandingan.

Daripada olah raga jantung atau misuh-misuh tak karuan, sebagian penonton lebih memilih meninggalkan tayangan. Semakin menyesakkan ketika Timnas kalah dengan Malaysia, musuh bebuyutan yang pada pertandingan terakhir kemarin mampu memecundangi Timnas kita dengan skor 2-0. 

Anehnya, seperti De Javu pada beberapa tahun silam, tepatnya tahun 2010 dan di stadion yang sama, ketika Yanto Basna persis melakukan kesalahan yang dilakukan oleh Maman Abdurrahman dan akhirnya berbuah goal menyakitkan.

Saya, dan mungkin pembaca sekalian, pernah tergila-gila pada satu masa dimana Timnas dihuni oleh para pemain yang meyakinkan, yaitu pada tahun 2010 lalu ketika Timnas kita hampir juara namun akhirnya dibuat keok oleh Malaysia. Sepanjang sejarah pertandingan Timnas hingga sekarang, saya belum pernah merasakan semenarik, sekaligus semenyakitkan, seperti helatan Piala AFF 2010.

Melalui tayangan heboh di telivisi dengan liputan-liputan yang memabukkan, ketika itu, semua mata tak bisa berpaling dari Timnas yang dihuni oleh pemain-pemain bagus seperti Firman Utina, Ahmad Bustomi, Hamka Hamzah, Bambang Pamungkas, Markus, dan tentu saja pemain yang saat itu sedang dielu-elukan dan membawa harapan besar, Cristian Gonzales dan Irfan Bachdim.

Diawali dengan membantai Malaysia dengan skor 5-1, lalu Laos dihajar dengan skor 6-0, kemudian Thailand dicukur dengan skor tipis 2-1. Filipina juga mampu diselesaikan meski dengan skor tipis 1-0, baik tandang maupun kandang.

Masalahnya, Malaysia yang dibikin babak belur pada babak penyisihan mampu membalikkan keadaan, justru di babak final. Menyesakkan, Indonesia tak jadi juara. Semakin menyedihkan ketika yang mengalahkannya adalah Malaysia. Lagi-lagi Malaysia!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun