Mohon tunggu...
Ibnu Abdillah
Ibnu Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - ... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

| pengangguran, yang sesekali nyambi kuli besi tua |

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Mengalami Pendewasaan dalam Bermedsos

23 November 2019   18:22 Diperbarui: 24 November 2019   15:22 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi teralalu aktif menggunakan media sosial. (sumber: pixabay)

Setiap orang, mungkin akan mengalami proses pendewasaan dalam bermedsos. 

Asalkan akun itu milik pribadi, sepertinya setiap orang akan mengalami hal serupa, kecuali orang yang memang kerjaannya "beternak" akun untuk mengais rupiah dengan segala tujuan dan kepentingannya: bisnis, marketing, online shopping, atau mungkin buzzer.

Dulu, awal-awal media sosial baru dikenal, banyak orang mengalami "culture shock", sebuah kekagetan ketika dihadapkan pada komunikasi yang semakin mudah, dengan siapa saja. Tinggal klik, beberapa menggunakan syarat untuk saling-berteman, langsung bisa menjalin komunikasi dengan manusia sejauh apapun.

Beberapa tahun lalu, saat baru menggunakan aplikasi Facebook, kita cenderung asal menambahkan pertemanan. Hampir siapa saja, terutama jika tampilannya "menyegarkan". Begitu juga dengan twitter, yang lebih simpel karena tak ada persyaratan harus saling-mengikuti jika hanya untuk saling-komentar.

Tak jauh berbeda dengan medsos lainnya. Entah itu Whatsapp, Instagram, Line, Telegram, Path dan BBM beberapa waktu yang lalu, serta berbagai platform aplikasi media sosial lainnya.

Tahu-tahu saja, misalnya, pertemanan kita sudah ribuan sudah mengikuti ribuan akun, sudah nge-add ribuan akun juga. 

Jika dikalkulasi, teman yang benar-benar kenal mungkin tak seberapa dibandingkan dengan "teman baru" yang tak pernah kita tahu dan tak pernah ketemu. Ada sebagian yang nyambung secara komunikasi dan menjadi teman dumay yang asyik, selebihnya, dibiarkan saja.

Kita hitung saja, ada berapa ratus atau mungkin berapa ribu, teman Facebook kita yang sebenarnya tidak kenal, tidak pernah komunikasi, dan dibiarkan begitu saja dengan tanpa kepentingan apapun sementara masih tetap berteman? Banyak! Itu baru Facebook. Bagaimana dengan yang medsos lainnya?

techno.okezone.com
techno.okezone.com
Akhirnya, seiring dengan perkembangan, pada titik tertentu, kita mungkin merasa jenuh. Apalagi isu dan informasi yang disebarkan di medsos penuh dengan "racun" berbahaya. Lebih-lebih jika berada di tahun politik, benar-benar dunia medsos kita berubah seperti perang. Penuh centang perenang.

Kita, tentu saja tak bisa memungkiri peran penting media sosial, pada satu sisi. Ia bisa menjadi media untuk menjalin silaturrahmi; sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan; sebagai wadah untuk menampung berbagai informasi penting; sebagai salah satu akses untuk membuka jendela dunia; sekaligus dalam banyak kasus menjadi awal dari perubahan, pergerakan, bahkan memicu lahirnya sebuah revolusi.

Tapi tak bisa menutup mata juga, bahwa medsos menjadi tempat terbaik untuk menyebarkan hoaks, fitnah, dan informasi bodong yang mampu memainkan dan menyiksa psikologis masyarakat kita. Banyak kasus terjadi karena dunia medsos yang semakin liar.

Konflik sosial meruncing karena interaksi tak sehat di dunia maya. Kita seperti masuk kembali pada proxy war, yang semakin menguatkan kecurigaan, kebencian, dan permusuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun