Mohon tunggu...
Ibnu Abdillah
Ibnu Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - ... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

| pengangguran, yang sesekali nyambi kuli besi tua |

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rokok, Konsumsi Ditekan tapi Pajaknya Doyan!

28 September 2019   14:09 Diperbarui: 28 September 2019   15:17 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi rokok. (shutterstock)

"Kita semua akhirnya memutuskan untuk kenaikan cukai rokok ditetapkan sebesar 23 persen dan kenaikan harga jual eceran nya menjadi 35 persen," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (13/9).

Akhirnya, pemerintah secara resmi menaikkan cukai rokok sekaligus harga ecerannya. Kebijakan ini akan diberlakukan mulai tahun depan, 2020. 

Menurut Sri Mulyani, kebijakan ini sebagai cara untuk menekan prevalensi perokok yang terus meningkat, menekan tumbuhnya industri rokok ilegal, dan sebagai bentuk kepedulian terhadap para petani, karena dengan itu, harga tembakau akan lebih mahal. Namun di atas semua itu, alasan kesehatan tetaplah menjadi poin yang paling dipertimbangkan.

Masalahnya, soal kesehatan dan rokok itu bukan persoalan sederhana bagi bangsa ini. Kebijakan soal rokok, sekecil apapun, akan memberikan dampak pada perekonomian, baik pada tataran makro maupun mikro. Rokok telah menjadi industri besar yang selama puluhan tahun telah banyak memberikan cerita, bagi bangsa ini. 

Hal itulah yang menyebabkan persoalan rokok menjadi tidak pernah sederhana: ada banyak faktor, pertimbangan, serta kepentingan yang bermain di belakangnya.

Banyak pihak yang kemudian mempertanyakan alasan dan penjelasan kenaikan cukai dan harga eceran ini karena tidak pernah dibuka secara terang benderang alasan dan urgensinya kepada publik. Hal ini menyebabkan industri rokok ketar-ketir karena merasa sedang dibunuh pelan-pelan oleh pemerintah. 

Roy Salam, Direkrut Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC), termasuk salah satu yang mengkritisi kebijakan ini karena selain tidak jelas alasannya, pemerintah dianggap hanya untuk kejar setoran yang dipatok sebesar 180,5 triliun. 

Artinya, selama ini pemerintah menunjukkan sikap "memusuhi" rokok karena alasan kesehatan, sementara pajaknya diharapkan habis-habisan. Konsumsi ingin ditekan, sementara pajaknya doyan dimakan untuk pembangunan, bahkan untuk menalangi kerugian yang diderita oleh BPJS. 

Wajar kalau digunakan untuk nalangin BPJS, kan, yang menjadi penyebab utama mereka sakit adalah rokok, kelit sebagian orang. Ini kalimat terasa janggal, sebab soal kesehatan itu bergantung pada pola hidup yang dijalankan, dan rokok menjadi bagian di dalamnya. 

Kebiasaan minum beralkohol, soda, makan mie instan, makan yang manis-manis, kurangnya olahraga, dll adalah penyebab penyakit. Jangan jadikan rokok sebagai satu-satunya alasan. Kacau!

Katanya, kenaikan ini juga untuk petani. Tapi yang terjadi di lapangan itu berbeda dengan realita. Di Pamekasan, Madura, rakyat berbondong-bondong selama berhari-hari melakukan demontrasi dan menggeruduk Bupatinya karena harga tembakau yang hancur lebur. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun