Mohon tunggu...
Ibnu Abdillah
Ibnu Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - ... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

| pengangguran, yang sesekali nyambi kuli besi tua |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Negara Ini Lupa, Cintailah Produk-produk Indonesia

20 Juli 2019   11:03 Diperbarui: 20 Juli 2019   11:23 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca judul tersebut, sebagian pembaca, barangkali, langsung teringat pada sebuah iklan produk Indonesia yang dibintangi oleh aktris kawakan, Bunda Titiek Puspa, Pak Jimly, bersama pemilik Maspion, Pak Alim Markus. 

Menjadi mudah diingat karena aksen Pak Alim saat mengucapkan "Cintailah Produk-produk Indonesia" yang sedikit cadel (maaf Pak Alim) namun tetap enerjik.

Sengaja tak menulis judul itu dengan aksen pengucapannya, takut dikira gimana-gimana, disangka clickbait, dan lagian sudah ada yang menuliskannya, dalam perspektif yang berbeda.

Tapi yang lebih penting dari itu adalah pesannya yang tetap harus dijaga, sebab dengan mencintai produk-produk sendiri berarti kita ikut serta menjaga dan merawat bangsa ini. Produk itu lahir dari keringat anak bangsa sendiri dan dinikmati oleh anak bangsa yang lainnya. 

Berputar secara terus-menerus. Menghidupkan geliat perekonomian dan kehidupan anak bangsa, pada titik mikro, sekaligus menjaga sustainability bangsa ini, pada tataran makro.

Dimana-mana, negara maju adalah mereka yang mampu mempertahankan geliat perekonomian melalui kemandirian. Masalahnya, bangsa ini seperti lupa dan alpa terhadap narasi-narasi yang kerap dibangunnya sendiri. Narasi itu lalu tergusur dengan polah dan kebijakan yang agak absurd sehingga membuat keadaan semakin runyam dan kalut.

Impor besar-besaran terjadi di banyak aspek, utamanya terhadap produk yang dapat membunuh anak-anak bangsa yang sedang memeras keringat untuk memajukan hidupnya. 

Mengabdi pada bangsanya. Produk yang digunakan sehari-hari harusnya menjadi prioritas. Namun kebijakan rumpang dan silang sengkarut antar lembaga negara menjadikannya sebagai dagelan lucu yang menjengkelkan.

Saat saya sampaikan data soal import, nanti dikiranya nyinyir, tak paham konteks dan analisa ekonomi, apalagi dibilang atas dasar kebencian. Tapi, ya, sudahlah. Rasio ekspor-impor mungkin tak terlalu penting.

Spirit mencintai, membeli, dan memberdayakan produk-produk dalam negeri terasa hampa saat dihadapkan pada persaingan pasar yang semakin menggila. 

Produk kita kalah saing, barang dari luar kualitasnya bagus dengan harga murah. Realitas seperti itu mestinya menjadi momentum untuk mengkaji lagi soal regulasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun