Mohon tunggu...
Ibnu Abdillah
Ibnu Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - ... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

| pengangguran, yang sesekali nyambi kuli besi tua |

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memahami "Hastag Tribute to Ahmad Dhani"

4 Februari 2019   10:43 Diperbarui: 4 Februari 2019   11:32 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setidaknya, sehari kemarin hingga malam, hastag #TributeToAhmadDhani merajai trending topic di Twitter. Mengalahkan hastag-hastag lain, utamanya yang berbau petahana. Isi dari hastag #TributeToAhmadDhani bermacam-macam. 

Mulai dari dukungan untuk Dhani, video-video keseruan konser reuni Dewa 19 di Malaysia, video keribetan saat ada yang mau mengunjunginya di penjara, termasuk juga postingan-postingan politis, dan beberapa komentar yang sebenarnya tak berhubungan.

Beberapa hari ini juga, terutama pasca putusan pengadilan yang memenjarakan Ahmad Dhani, ramai postingan teman-teman saya (entah dijadikan story WA, Insta Story, atau diupload di medsos lainnya) video editan dengan backsound lagu "Hadapi Dengan Senyuman". Entah tribute, dukungan, atau sekedar ikut-ikutan.


Tentu saja yang paling menyita atensi dn sisi emosional publik adalah momen-momen ketika Al dan Dul menangis, terutama saat lagu "Hadapi Dengan Senyuman" sedang dimainkan. 

Slide gambar-gambar Dewa 19, Ahmad Dhani, dari dulu hingga sekarang, satu persatu bermunculan di layar besar, bergantian. Mereview kejadian, mengoyak-koyak ingatan.

Sumber : tribunnews.com
Sumber : tribunnews.com
Luar biasa. Emosi saya juga tersentuh olehnya. Melted. Barangkali ada satu kesamaan para penontonnya waktu; sedih ketika tak melihat satu sosok super penting dalam sejarah Dewa 19 yang harusnya berdiri di panggung itu dengan gaya khasnya: Ahmad Dhani!

Sumber : twitter.com/ronnie_rusli
Sumber : twitter.com/ronnie_rusli
Saya adalah penyuka lagu-lagu Dewa, sejak masih duduk di Sekolah Dasar dulu. Lagu "Kangen", "Dua Sejoli", "Separuh Nafas" adalah lagu-lagu yang kerap mengisi telinga saya di tengah keterbatasan menikmati musik ketika itu. 

Pesan moralnya jelas, soal kehidupan dan sosial, tentu saja juga soal cinta. Saya tak mengenal cinta, ketika itu, tapi asik saja didengar dan diikuti dengan sedikit meninggikan suara.

Dulu, saya mendengarkan lagu-lagunya dari kepingan kaset jadul, belum ada mp3. Biasanya juga, saya mendengarkan secara acak lagu-lagu Dewa 19 yang berada dalam satu keping VCD, bercampur dengan lagunya Sheila On 7, Padi, atau mungkin lagunya Iwan Fals, Slank, dan Stinky. Kadang juga nyampur sama lagunya Jamrud, Boomerang, Wayang, dan Melly G.

Saya adalah generasi yang lahir saat musik Indonesia sedang asik-asiknya, dan sedang berkualitas-kualitasnya. Ini mungkin lho, ya. Sependek pengetahuan saya. Keren di telinga, kerasa nembus ke dada. Kalau lagu baratnya, waktu itu, saya sering ndengerin lagu-lagu West Life, Britney, Dido, Brian Adam, MLTR, Roxette, atau lagu-lagu nyentriknya Blue, ketika itu.

Sampai sekarang, saya masih suka mendengarkan lagu-lagu Dewa. Teringat sekali, ketika masih nyantri dan Dewa mengeluarkan Album Republik Cinta, saya benar-benar menyukainya. Laskar Cinta, Larut, Selimut Hati, dan tentu saja Hadapi Dengan Senyuman. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun