Mohon tunggu...
Mustam Arif
Mustam Arif Mohon Tunggu... lainnya -

Mustam Arif, rakyat biasa dan penikmat media, tinggal di Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Wahai Dokter, Introspeksi-lah

27 November 2013   19:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:36 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13855528391551593341

[caption id="attachment_294850" align="alignleft" width="300" caption="foto: Tribunnews"][/caption] Kita menghargai dokter melakukan aksi solidaritas. Aksi menanggapi kasus menimpa tiga dokter masing-masing Dewa Ayu Sasiary Prawani, Hendry Simanjuntak, dan Hendy Siagian dengan dugaan malapraktik di RS Kandouw Manado, sebagai tindakan menuntut hak sebagai warga negara dan hak berkespresi. Tetapi, perlu dipertimbangkan agar unjuk rasa yang dilakukan harus proporsional. Dalam negara dimana masih buruk layanan publik di sektor kesehatan, solidaritas berlebihan, apalagi sampai mengabaikan tugas kemanusiaan sebagai dokter, akan berhadapan dengan kekuatan publik. Berhadapan dengan opini publik yang selama ini dibentuk oleh pengalaman-pengalaman buruk terkait layanan kesehatan dan dokter, dan hampir tidak tersentuh tindakan hukum. Akumulasi pengalaman, apakah itu karena ketidaktahuan pasien, atau kelalaian, atau kesengajaan dokter, telah menumpuk di benak-benak masyarakat yang jarang menemukan saluran hingga tuntas. Jangan sampai unjuk solidaritas ini mengesankan sebagai aksi ''melawan'' hukum, karena sebagai warga negara, tidak ada yang kebal hukum. Ketika aksi solidaritas yang kemudian sampai menelantarkan pasien yang membutuhkan pertolongan, maka tindakan ini sudah melanggar kode etik serta komitmen kemanusiaan sebagai dokter yang menjadi profesi dan pilihan hidup. Jika ini terjadi, aksi solidaritas bukan hanya menuai antipati masyarakat, tetapi akan membuahkan permusuhan dengan publik. Aksi solidaritas justru akan mengabaikan kepentingan kemanusiaan. Dokter juga manusia yang tidak lepas dari kekeliruan dan kehilafan. Tetapi, jangan juga kemudian ada pernyataan pembelaan dengan menggunakan takdir Tuhan sebagai justifikasi. Layanan kesehatan dan dokter punya Standard Operating Prosedure (SOP), tetapi apakah itu diketahui pasien? Karenanya, jangan juga terkesan bersandar pada prosedur, karena yang dibutuhkan masyarakat adalah kualitas layanan, bukan layanan yang prosedural. Dokter-dokter juga perlu memahami realitas publik di tengah-tengah masih buruk layanan kesehatan dan mahalnya biaya kesehatan. Sementara tidak bisa dipungkiri, sebagian dokter telah memanfaatkan kodisi ini untuk mengail keuntungan ekonomi. Situasi ini kemudian berakumulasi membentuk anggapan masyarakat yang menempatkan dokter sebagai kelompok ekslusif dengan berpendapatan besar.  Lebih ekstrim, sebagian masyarakat menilai sebagian dokter telah 'menari-nari' di atas penderitaan pasien. Dengan kasus ini, dokter-dokter yang mulia mestinya melakukan instrospeksi, mengapa kasus di Manado itu bisa sampai ke Mahkamah Agung? Bukankah ada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang diperani oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MK-DKI) dan Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MK-EK)? Aksi solidaritas perlu, tetapi lebih penting instrospeksi, sejauhmana praktik kedokteran yang penuh rambu-rambu teknis itu sudah tersosialiasi dan terkomunikasikan kepada publik dan penagak hukum secara layak?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun