Mohon tunggu...
Mustafa YuliSaputra
Mustafa YuliSaputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA IAIN PALANGKA RAYA

Menjadi Pribadi yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Financial

Faktor-faktor bagi Bank Syariah untuk Bertahan dari Krisis Ekonomi Selama Pandemi

29 November 2022   16:04 Diperbarui: 29 November 2022   16:50 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Krisis keuangan sering melanda negara-negara di seluruh dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Fenomena ini juga terjadi di Indonesia dalam beberapa periode terakhir. Krisis keuangan yang paling mempengaruhi Indonesia adalah krisis mata uang tahun 1997-1998. Krisis ini benar-benar menjadi mimpi buruk bagi masyarakat Indonesia karena telah menyebabkan penurunan ekonomi yang tajam. Hal ini terlihat dari ambruknya hampir semua bank di Indonesia, melonjaknya inflasi, dan devaluasi nilai tukar mata uang yang tidak terkendali.

Pandemi Covid-19 yang muncul kemarin di penghujung tahun 2019 menjadi fenomena baru yang mengguncang seluruh dunia, termasuk Indonesia. Semua sektor industri ekonomi nasional lumpuh dan semua kegiatan komunal terhambat. Namun, beberapa sektor telah membuat perkembangan positif dalam menanggapi ancaman Covid-19, Salah satunya adalah perbankan syariah. Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan perbankan syariah dan bidang usaha syariah yang mempunyai fungsi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi serta menyalurkan dana tersebut kepada pihak yang membutuhkan. Bank syariah bertindak sebagai perantara antara investor di bank investasi dan menyalurkan dana tersebut kepada pihak lain yang membutuhkan dana.

Menurut penelitian Menkeu dan beberapa pakar ekonomi syariah, sektor perbankan syariah memiliki daya tahan yang tinggi sehingga dapat bertahan dari krisis pandemi. Hal ini dibuktikan dengan pesatnya perkembangan dan pertumbuhan ekonomi syariah yang aktif berkembang dibandingkan dengan bank tradisional.

Setidaknya ada beberapa faktor yang membuat perbankan syariah mampu bertahan dan mampu mengelola dampak krisis Covid-19, antara lain:

Pertama, model perbankan syariah mengadopsi sistem profit and loss sharing dalam kontrak pembiayaan dan alokasi modal. Kinerja sektor perbankan syariah Indonesia terus membukukan pertumbuhan positif selama pandemi karena rezim bagi hasil ini memberikan keleluasaan kepada pemilik dana (shahibul maal) dan bank untuk menyesuaikan diri ketika kondisi tidak menguntungkan.

Menurut statistik perbankan syariah OJK per Mei 2020, perbankan syariah mengalami pertumbuhan pinjaman yang diterima (PYD) sebesar 10,14% (YoY). Dari sisi aset tumbuh sebesar 9,35% (YoY), sedangkan dana pihak ketiga (DPK) juga tumbuh sebesar 9,24% (YoY). Pangsa aset syariah perbankan syariah mencapai 6,05% per Mei 2020, lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sebelum pandemi Covid-19 menyebar ke perekonomian Indonesia. Hal ini kontras dengan apa yang terjadi di perbankan tradisional, Per Mei 2020, pertumbuhan kredit hanya 3,04% (year-on-year), dan DPK 8,87% (year-on-year), sedikit meningkat dan turun dari tahun sebelumnya.

Dengan demikian, penerapan sistem profit loss and sharing membuat bank syariah satu tingkat lebih kuat dari bank konvensional karena potensi risikonya tidak ditanggung oleh nasabah sendiri. Selain itu, hampir semua nasabah terkena dampak langsung dari keterpurukan perekonomian Indonesia, sedangkan nasabah perbankan syariah akan lebih tenang, aman, dan paham akan keuntungan yang akan didapat.

Kedua, bank syariah dinilai mampu bertahan karena bisnis yang dijalankannya menyesuaikan dengan berbagai situasi dan kondisi. Perbankan syariah sebagai salah satu layanan keuangan syariah merupakan industri yang semakin diminati oleh masyarakat, khususnya kaum milenial. Generasi ini mengadopsi gaya hidup yang seimbang antara kehidupan ini dan kehidupan selanjutnya. Peminat perbankan syariah tidak terbatas pada umat Islam, bahkan non-Muslim pun tertarik dengan sistem yang diterapkan oleh bank syariah.

Menurut World Population Review, Indonesia memiliki penduduk muslim terbesar di dunia, terbukti dengan jumlah pemeluk agama Islam mencapai 86,7% dari total penduduk sekitar 276.361.783 jiwa pada tahun 2021. Dengan kemampuan sumber daya manusia (SDM) tersebut, Indonesia memiliki potensi pangsa pasar yang sangat besar dalam pengembangan perbankan dan keuangan syariah. Perbankan syariah semakin hadir di dunia, senantiasa memperbaiki dan menyesuaikan sistemnya dengan perkembangan teknologi digital. Beberapa langkah telah dilakukan, seperti pembelian BPR syariah oleh Fintech Syariah dan kerja sama pembayaran digital dengan jaringan ritel internasional.

Ketiga, perbankan syariah didasarkan pada prinsip transparansi dan keadilan. Prinsip keterbukaan adalah Publisitas pengungkapan dan informasi terkait serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan. Sementara itu, asas keadilan adalah mewujudkan hak-hak pemangku kepentingan secara adil dan setara sesuai dengan kesepakatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Mekanisme yang transparan dan adil dalam perbankan syariah menjadi penting karena deposan dengan sistem akad mudharabah akan menghadapi risiko bagi hasil yang lebih tinggi. Lembaga keuangan syariah diharuskan untuk mengungkapkan informasi tentang kebijakan, prosedur desain produk, jenis produk, dasar pembagian keuntungan dan risiko, dan tata kelola Syariah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun