Mohon tunggu...
Musri Nauli
Musri Nauli Mohon Tunggu... Administrasi - Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Saya mencatat peristiwa disekitar saya yang sering diperlakukan tidak adil. Dari kegelisahan saya, saya bisa bersuara. Saya yakin, apa yang bisa saya sampaikan, akan bermakna suatu hari nanti.\r\nLihat kegelisahan saya www.musri-nauli.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money

CEO Vs Hoaks

17 Februari 2019   07:56 Diperbarui: 18 Februari 2019   05:19 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Bukan karena "pilihan politik", makanya bukalapak kemudian mengalami nasib tragis. Jatuh ke jurang dalam hitungan jam. Sang CEO kemudian "buru-buru" bertemu Jokowi untuk meminta maaf.

Mari kita lupakan "orientasi politik". Karena kedua pendukung sudah menetapkan pilihannya. Susah diomongin.

Namun "menggunakan logika" dalam hitung-hitungan matematika tidak dapat dipungkiri. Sebuah pondasi penting untuk merawat nalar.

Mengapa public tidak menyukai "hoax" yang disebarkan ?

Pertama. Publik trauma terhadap hasil penghitungan "abal-abal" Pilpres 2014. Adegan paling memalukan sejagat dunia ditunjukkan dengan kemudian sujud ditanah. Itulah "awal" muak dari public yang "tidak terima", matematika sering diakal-akalin.

Masih ingat khan duit Rp 100.000 yang menghebohkan. Tempe setipis ATM, angka kemiskinan yang datanya entah darimana disadur. Pokoknya logika matematika "dipinggirkan". Diganti teriakan yang tidak ada hubungan dengan matematika.

Ok. Kalo politisi sering "mengacaukan" matematika, public (sekesal apapun), ya politisi berangkat dari pola berfikir "biar bohong tapi tidak boleh salah".

Paling-paling kita cuma nyengir. Anggap saja hiburan sembari meneguk kopi. Sembari tertawa.

Kedua. Selevel CEO yang mengaku perusahaan yang "menguasai" dunia maya, jago membaca trend pasar, membangun branding dari trust public malah mengutip data "basi". Itupun dari sumber yang tidak resmi.

Bayangkan.

Bagaimana bisa mengelola perusahaan yang "mau bermain skala global" dan menguasai dunia malah terjebak dengan angka-angka hoax.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun