Mohon tunggu...
Yunelfi Musraino Hohary
Yunelfi Musraino Hohary Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa Program Magister Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Karang Taruna 44

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Indonesia Sedang Sakit

11 Oktober 2019   12:08 Diperbarui: 11 Oktober 2019   12:26 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semenjak tahapan proses Demokrasi yaitu Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2019, kondisi Indonesia sangat terasa berada pada tensi politik yang tinggi. Kompetisi politik yang panas ini kemudian menyebabkan polarisasi di masyarakat yang begitu kental berkaitan dengan pilihan politiknya. Apalagi Kontestasi Presiden dan Wakil Presiden yang hanya di ikuti oleh dua pasangan calon menyebabkan gap yang sangat nyata.

Kondisi ini terus berlangsung hingga pasca Pemilu yang kemudian muncul demonstrasi yang besar-besaran di Ibu Kota Negara (Jakarta) akibat dari kecurigaan adanya Pemilu Curang khususnya dalam hal pemilihan Presidenn dan Wakil Presiden. Demonstrasi tersebut berakhir dengan kericuhan serta berbagai isu yang muncul terkait target pembunuhan beberapa tokoh bangsa dan sebagainya.

Menyikapi kondisi itu, Para Kontestan Politik  (Pak Jokowi dan Pak Prabowo begitu juga kemudian Ibu Megawati dengan Pak Prabowo) bertemu dan tensi politik itupun redah. Sekalipun dalam beberapa kesempatan masih muncul riak-riak, tapi tidak lagi seheboh beberapa hari pasca Penetapan Hasil Pemilu oleh KPU.

Kondisi yang sedikit mereda itu kemudian kembali bergejolak ketika tiba-tiba public dikejutkan dengan adanya pembahasan Rancangan Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang merupakan produk inisiatif DPR RI Periode 2014-2019 yang oleh banyak pihak dinilai sebagai upaya pelemahan terhadap  KPK. Setali tiga uang Pemerintahpun melalui Presiden Jokowi menerbitkan Surat Presiden (SurPres) yang pada intinya menyetujui Revisi UU KPK dengan beberapa catatan. SurPres ini menjadi jalan untuk pembahasan secara marathon antara Pemerintah dengan DPR RI dan akhirnya kemudian disahkan oleh DPR RI melalui Sidang Paripurnanya. Hal ini menyebabkan munculnya gelombang protes dari berbagai pihak yang tidak menyetujui adanya Revisi UU KPK ini.

Beberap hari sebelumnya juga, negeri ini meratap dengan peristiwa persekusi yang berbauh Ras yang dilakukan kepada anak-anak Papua di Surabaya. Kejadian ini menyulut kemarahan Bangsa Asli Papua di Papua dan Papua Barat yang menyebabkan kerusuhan dan pengrusakan serta pembakaran berbagai fasilitas publik di sana. Masalah Papua kemudian dipolitisir menjadi tuntutan untuk Referendum Papua Merdeka. Bahkan yang paling terbaru kerusuhan yang terjadi di Wamena dan Jayapura  mengakibatkan puluhan orang meninggal dunia, ratusan orang terluka dan ribuan orang mengungsi, bahkan orang-orang dari luar Papua akhirnya memilih untuk meninggalkan Papua dan pulang ke daerahnya masing-masing.

Demikian juga dengan Peristiwa Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutlah) yang terjadi di beberap Propinsi di Indoensia, khususnya Propinsi Riau, Jambi dan Kalimantan yang mengalami dampak kebakaran yang cukup parah. Keadaan ini membuat rakyat di daerah-daerah terdampak ini menjerit akibat dari berbagai kerugian baik kesehatan, ekonomi dan lingkungan yang ditimbulkannya.

Ya, ditengah kondisi keamanan bangsa yang kian terancam, muncul lagi pembahasan RUU KUHP, RUU Agraria dan beberapa RUU yang dianggap bermasalah karena berisi banyak pasal/ayat yang kontroversi. Hal ini kemudian menyulut gelombang protes melalui demostrasi besar-besaran oleh Mahasiswa dan para aktivis di hampir seluruh di daerah di Indonesia.

Demonstrasi ini menimbulkan kehebohan yang luar biasa karena publik kembali mengingat peristiwa 1998 dimana demonstrasi besar-besaran menggulingkan pemerintahan Orde Baru dan mundurnya Soeharto dari Kursih Presiden RI. Selain itu juga, demonstrasi kali ini juga berbuntut anarkis serta melibatkan anak-anak SMA/STM yang anarkis.

Gelombang Demonstrasi ini menyebabkan 2 orang mahasiswa Universitas Halu O Leo Kendari meninggal dunia akibat terkena tembakan (hingga kini belum jelas siapa pelakunya), ratusan orang terluka, puluhan orang ditangkap dan berbagai fasilitas publik yang dirusak dan dibakar oleh para demonstran.

Di saat publik masih menanti jawaban dari semua bentuk protes terkait dengan UU KPK, RUU KUHP dan RUU lainnya disatu pihak dan dilain pihak suasana bahagia pasca pelantikan anggota MPR/DPR RI/DPD dan terpilihnya para pimpinan parlemen, Kamis, 10 Oktober 2019 rakyat Indonesia kembali dikejutkan dengan peristiwa penyerangan oleh 2 orang tak dikenal (pasangan suami isteri) terhadap Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Jend. TNI (Purn). Wiranto di Lapangan Alun-Alun Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten. Pak Wiranto menderita 2 tusukan dan hingga kini masih di rawat di RSAD Gatot Subroto Jakarta.

Peristiwa ini kemudian membuat beragam tanggapan, kecaman, kutukan dari berbagai elemen bangsa bahkan membuat negara berang sehingga melalui Konferensi Pers, Presiden Jokowi menyeruhkan "PERANG TERHADAP RADIKALISME DAN TERORISME". Pernyataan ini muncul karena hasil pendalaman oleh pihak kepolisian dan BIN yang menyebutkan bahwa pelaku penyerangan terpapar paham radikalisme ISIS dan merupakan bagian dari jaringan teroris JAD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun