Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fitnah Seharusnya Tidak Dilakukan Pada Jokowi dan Prabowo

4 Juli 2014   16:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:31 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam berbagai pemberitaan disebutkan bahwa Jokowi memperoleh kampanye hitam sebanyak 9 (sembilan) kali lebih banyak dibanding Prabowo. Kampanye hitam disebut Buya Syafii Maarif, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah sebagai kampanye najis, yang tidak lain adalah fitnah karena yang dikemukakan ke publik sama sekali tidak ada dasarnya, hanya karangan belaka yang membuat fitnah.

Fitnah yang dilancarkan kepada Jokowi sejak ditetapkan PDI Perjuangan sebagai calon Presiden RI datangnya secara bergelombang dan sudah pasti sangat menyakitkan seperti disebut orang Cina, bukan Muslim, boneka Megawati, dan banyak lagi fitnah yang disasarkan ke Jokowi. Fitnah paling terbaru, Jokowi disebut komunis.

Berbagai fitnah yang dilancarkan kepada Jokowi, kemudian direkam dalam Tabloid Obor dan disebar-luaskan ke publik dan berbagai pondok pesantren, yang tujuannya untuk merusak kredibiltas dan elektabilitas Jokowi di mata masyarakat.

Dari fenomena yang terjadi, sulit dibantah berjalan sendiri tanpa skenario besar untuk menghancurkan Jokowi. Apalagi ada keterlibatan seorang staf dari staf khusus Presiden SBY sebagai aktor utama pembuatan Tabloid Obor yang isinya berisi fitnah yang direkam dari facebook, twitter dan media sosial lainnya tanpa menyebut sumber berita.

Sejatinya Tidak Ada Fitnah

Bagi yang beriman dan berilmu pengetahuan, tidak masuk akal sehat, fitnah dijadikan sarana kampanye untuk meraih dukungan dalam pemilihan Presiden RI. Pertama, Islam melarang keras melakukan fitnah. Setidaknya terdapat 12 (dua belas) ayat dalam Al Qur'an yang menyebut tentang fitnah. Dalam Surat Al Baqarah (2) ayat 193, Allah menegaskan" Wal fitnatu Asyaddu Minal Qatly (Dan fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan. Pada ayat 217 Surat Al Baqarah Allah kembali menegaskan "Wal fitnatu akbaru minal qatly" (Dan fitnah itu lebih besar dosanya daripada pembunuhan". saking berbahayanya fitnah, Allah memerintahkan untuk memerangi fitnah sesuai firmanNya "Wa qaatiluum hattaa laa takuuna fitnah" (Dan perangilag mereka sehingga tidak ada fitnah).

Kedua, merusak persatuan dan kesatuan. Masyarakat Indonesia yang sangat majemuk dari aspek agama, budaya, suku dan kepercayaan, sangat penting kita menjaga, merawat, memelihara dan menciptakan suasana kondusif terciptanya persatiuan dan kesatuan. Fitnah yang dilancarkan kepada Jokowi dan Prabowo pasti merusak persatuan dan kesatuan bangsa.

Ketiga, merusak demokrasi. Bangsa Indonesia sudah sepakat memilih negara Indonesia berbentuk republik bukan negara kerajaan. Konsekuensinya, dalam memilih pemimpin negara dan pemerintahan seperti Presiden ialah melalui jalan demokrasi yaitu pemilihan umum. Kampanye sebagai instrumen demokrasi, telah disepakati bersama yaitu mengemukakan visi misi dan program capres dan cawapres.

Pertanyaannya, mengapa fitnah dijadikan instumen untuk meraih dukungan publik. Pada hal fitnah dilarang agama, tidak sesuai budaya bangsa Indonesia, melanggar undang-undang serta merusak persatuan dan kesatuan dan demokrasi?

Mengapa Presiden SBY membiarkan fitnah, mengapa pula calon presiden tidak melarang fitnah yang diduga dilakukan para partai pendukung dan para relawannya?

Jokowi 9 Kali Lebih Besar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun