Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lautan Kata di Taman Pareidolia

4 Maret 2025   05:00 Diperbarui: 4 Maret 2025   07:18 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilusi optikal, bingkai kecil di ujung sayap pesawat, seolah gerbang menuju pantai landai berpasir putih serta latar langit nan biru. Dokpri

Makassar, Sulsel. Sisi lahiriah menjadi manusia, memberi dan menerima stigma kerap tak terhindarkan. Setidaknya demikian yang saya rasakan, saat beberapa kali memastikan, 'Apa sih Pareidolia'? Kelanjutan dari, ...'kemampuan melihat bentuk acak sesuatu (seringkali awan atau bercak tak jelas di dinding) menyerupai satu objek nyata'..., sebagai 'seseorang yang mengalami ini seringkali dianggap memiliki gangguan emosional'. Watta..
'Gangguan Emosional' di kelompok masyarakat yang enggan membaca, lagi-lagi dengan mudahnya dilabeli 'gila'. Di titik ini, segera saya berhenti melanjutkan mencari secara lebih lengkap kejelasan dari si 'pareidolia'.

Pareidolia di Lautan Awan Warna Warni

Sebagai yang sangat suka menatap tak terarah ke horizon tanpa batas, kadang-kadang awan tak sepenuhnya putih, abu, atau abu gelap. Menarik untuk sesekali melihat, bagaimana di waktu yang tepat, terlihat semburat spektrum kecil warna warni pelangi. Iya. Yang mejikuhibiniu itu. Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila dan Ungu. Ingat, tidak lantas meletus balon hijau ya. Pelangi ini. Bukan balon.
Demikian pula ketika sampai di momen, benerapa jenis awan tertentu, kadangkala serupa kelinci lucu putih bersih. Lain waktu, tampak sebagai miniatur pesawat CN235 yang lekat di ingatan, di meja kerja saat almarhum Habibie diwawancara televisi nasional. Belakangan saya berusaha mengingat dengan baik, jenis-jenis awan tersebut.

Jenis awan. Kredit Web Sonora Id
Jenis awan. Kredit Web Sonora Id

Cumulus dan Stratocumulus, ternyata adalah jenis awan yang paling mudah memantik ke-pareidolia-an saya. Membonceng motor, adalah juga tentang mencari-cari keduanya di bentang langit. Pernah saya melihat Chasper. Kepala naga dengan surai kumisnya. Yang tersering, seolah-olah wajah raksasa, dengan kombinasi sepasang mata, hidup dan posisi mulut yang tergantung waktu.
Pernah, di ambang senja sebagai waktu terbaik berburu sunset, wajah raksasa di sekelompok awan abu pekat dengan mulut menganga lebar. Seolah menyeru, 'Hai kalian yang tak segera berbaris di shaf maghrib, cepat kembali! Ambil air wudhu!'. Kali lain, menganga lebih lebar, seolah gerbang besar peraduan sang mentari.
Awan Startus atau kadang menari tinggi Cumulonimbus dan Anvil, sesekali tampak di mata saya  seolah kipas raksasa. Namun, di salah satu tulisan trip jauh saya menaiki kapal laut antar pelabuhan Surabaya Lombok, awan ini seolah kanopi cantik hadiah tuhan. Memayungi panasnya Surabaya. Menjenakkan gerah luar biasa di salah satu hari terik yang sangat normal di kota metropolis ini.

Pareidolia Acak di Dinding-Dinding

Untuk bagian ini, sebenarnya saya menyepakati stigma di awal tulisan. Sepertinya saya memang mengalami gangguan kejiwaan. Kadang, satu kisah utuh tiba-tiba selesai, ketika saya menatapi bercak acak dari dinding kamar mandi yang tidak secantik dinding kamar mandi hotel-hotel berbintang. Sekali saya menemukan satu bercak seolah kepala raja dengan mahkota emasnya, mata dan jiwa saya tergerak menelusuri bercak acak lainnya. Lalu segera pula menemukan, siluet bibi-bibi dayang, meloncat random ke anak lelaki kecil sedang bercengkerama riang dengan anjing yang sama kecilnya. Super random, karena jarang sekali saya membaca kisah-kisah kerajaan yang kemudian terdapat 'scene' pangeran kecil memiliki anjing kecil.

Kasat mata, tampak seperti buih busa. Di mata saya, sisi kanan foto tampak sekelompok prajurit sedang merayap di garis depan perang. Dokpri
Kasat mata, tampak seperti buih busa. Di mata saya, sisi kanan foto tampak sekelompok prajurit sedang merayap di garis depan perang. Dokpri

Kali lain, sekumpulan bercak seolah rapat penting pemuka kerajaan di bawah lebatnya lindung dari rimbunnya pohon beringin. Tentu daun-daun beringin yang bergesekan tertiup angin, hanya ada di pikiran saya. Mustahil bergerak, karena mereka hanyalan sekumpulan warna tak sama dari bidang dinding kamar mandi lainnya.

Lautan Kata di Taman Pareidolia 

Frase di atas, segera saya yakini sebagai judul paling tepat. Bentang langit di penerbangan transit Makassar Surabaya, tepat di tengah hari selepas hujan kecil. Sekian jenis awan, dapat saya lihat selama penerbangan. Salah satunya, mata saya menangkap bentuk anjing pudel kecil. Gembul putih lucu di ujung ekornya, seolah bergoyang menggodai. Mata normal, tentu saja hanya akan melihatnya sebagai awan putih biasa.

Di ujung bawah kanan, mata reptil raksasa sedang bersitatap dengan saya. Samar, lereng Gn. Agung Bali sebenarnya alasan saya bidik foto ini. Dokpri
Di ujung bawah kanan, mata reptil raksasa sedang bersitatap dengan saya. Samar, lereng Gn. Agung Bali sebenarnya alasan saya bidik foto ini. Dokpri

Begitulah, sembari sesekali menengok ke luar jendela pesawat, saya merangkai lautan kata. Sepanjang kemudian mereka terikat dan lantas menjadi satu tulisan, terserahlah dengan stigma gangguan kejiwaan. Toh benar, banyak sekali tulisan, saya gunakan sebagai pelepas sumbatan-sumbatan tekanan emosional. Tak mengganggu siapa pun. Tidak juga Anda. Saya hanya minta, silakan dibaca. Jika kemudian Anda menyepakati salah satu awan sebagai benar seolah anjing pudel kecil nan lucu, selamat, kita sedang sama-sama alami gangguan kejiwaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun