Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Masih Bukan Mudiker

7 Juni 2018   16:46 Diperbarui: 7 Juni 2018   18:07 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wefie bersama peserta Famtrip Bloger Semarang Hebat 2018, di 5 Mei lalu. Dokpri

Alhamdulillah, tahun ini keluarga saya tidak mudik, meski pun saya sudah melakukan 'pemanasan'. Iya, di awal Mei lalu, saya mendapat undangan (sebagai Bloger Lombok) untuk menghadiri event Famtrip Bloger Semarang Hebat 2018. Trip awal yang tadinya tiga hari dua malam, alhamdulillah diperkenankan perpanjang, tepatnya dari 4 Mei sampai 8 Mei 2018 lalu.

Undangan jeng-jeng berbungkus mudik, ternyata masih juga membuat saya cengeng. Mbah mertua yang tidak saya temui di empat tahun terakhir, saya peluki dalam tangis (doh, nulis ini saja, mata saya mbrambangi lagi. Mbrambangi=berlinang, bahasa Semarangan).

Bukan apa-apa. Satu alasan terbesar saya saat ingin menetap kembali keLombok, di awal tahun 2014 lalu, agar lebih dekat dengan keluarga besar saya. Ingin selalu up to date dengan berita terkini masing-masing mereka. Bisa kumpul bersama di acara pernikahan, sunatan atau yang lainnya. Bisa melayat, syukur alhamdulillah bisa mengantar sampai prosesi penguburan. Hal-hal yang sulit saya lakukan, saat masih menetap, tinggal dan bekerja di Semarang.

Nyatanya, sunnatullah manusia, tak semua keinginan bisa diperturutkan. Benar sekian kali saya bisa temani ibu saya, ke undangan pernikahan sepupu ini, sepupu itu. Sedihnya, saya tak bisa antarkan bude saya di hari terakhirnya. Kembali karena alasan pekerjaan yang tak bisa saya tinggalkan. Saat itu, saya mengambil pekerjaan lapangan, nun di desa di dekat kaki Tambora. Di desa Kempo, kabupaten Dompu, pulau Sumbawa. Berjarak delapan jam naik bus dari kota kelahiran saya, Selong, Lombok Timur.

Gambaran awal, mengapa saya selalu salut dengan perjuangan setiap mudiker. Mudik, kegiatan pulang kampung. Orang yang mudik, Mudiker (iyakan saja lah ya, biar cepat.)

Seumur-umur saya tinggal lintas kota dari kampung kelahiran saya, hanya satu kali saya benar-benar 'mau' ikut di arus mudik lebaran. Beruntung masih belum di arus puncak. Saya berangkat bertiga (saya, suami dan putri sulung saya) dari Semarang sekitar dua pekan setelah hari puasa pertama. Meski saat itu ada empat bis lintas pulau yang berangkat dari Semarang, Solo dan Jogja serta mengarah ke kota-kota besar di Nusa Tenggara Barat (NTB), lalu lintas masih normal lancar. Saat kembali, di hari ke lima setelah Lebaran, mobil yang saya tumpangi melawan arus mudik. Lombok ke Semarang.

Iya, waktu itu saya mengurus trip memancing dan berlibur keluarga bos saya di kantor saya di Semarang dulu. Pengalaman satu-satunya menikmati perjalanan, mepet-mepet arus mudik. Dulu, sebelum menetap di Semarang, tontotan di tipi tentang mudik selalu terbanyak tentang padatnya segala hal. Orang-orang di berbagai pelabuhan dan stasiun. Kereta, bandara, pelabuhan laut. Terminal-terminal bis, pun ruas-ruas jalan raya nan lebar. Seramnya. Kondisi yang membuat kakak sulung saya, yang lelaki sekali pun, mewanti-wanti agar saya tidak mudik di arus mudik Lebaran.

Jadi, begitulah. Saya tetap masih bukan mudiker. Tetapi, jika salim dan sungkem di keluarga besar di kampung bapak dan ibu saya dianggap mudik, baiklah. Saya mudiker. Cukup naik motor tidak sampai satu jam, berbagai kue lebaran, lontong dan gulai ayam dengan resep Sasak Lombok, sudah saya bisa nikmati. Sebanyak yang perut saya bisa tampung. Sebagian bahkan boleh saya bungkus, oleh-oleh untuk dimakan di rumah. Tiga desa, Kesik, Gelora dan Kotaraja. Tiga desa di kabupaten yang sama, Lombok Timur.

Selamat mudik. Tolong berhati-hatilah saat berada di jalan. Sehat dan sentausa, berkumpul bahagia bersama keluarga di kampung, desa, atau kota kelahiran. Aamiin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun