Kalimat menjanjikan bukan? Mengingat di surga, janji serba manis lainnya menanti. Semua yang serba enak-enak, terturutkan, bahkan hanya dengan memikirkannya saja. Lebih simpel daripada kantung dan pintu segala arah Dora Emon.
Ijinkan saya memakai kalimat judul di atas, sebagai satu dasar saya, bahwa takkan jadi masalah warung-warung makanan tetap buka selama bulan Puasa.
Tapi tunggu, sebagai yang tak suka berkonflik --(sudah lewat empat puluh ini, saatnya menikmati hidup, santai seperti di pantai), tetap saya mengapresiasi tinggi. Pada kebijakan yang menganjurkan ditutupnya warung-warung makan. Dus, karena sekarang tinggal dan menetap di Lombok, saya di bagian yang menerima. Meski, sempat rasakan, betapa sulitnya mencari makanan siap saji plus santap. Di jam-jam sebelum jam 5 sore, di sebagian besar wilayah Lombok.
Tak masalah untuk manusia dewasa, yang bisa mengganjal perut dengan berbagai makanan padat --selain nasi dan lauk pauk, di mart-mart an yang tetap buka. Namun, cukup mengganggu, bagi keluarga pekerja dengan balita. Keluarga yang menginginkan makanan --agak, sehat. Minimal, sepiring nasi hangat dan sayur segar semacam sup atau sayuran bening lainnya.
Bagaimana dengan berpikir, mungkin dua orang dewasa tersebut bukan muslim. Jika pun muslim, mungkin mereka berdua sedang berhalangan. Terus dan terus mengembangkan kalimat-kalimat baik, dan lelah sendiri (sebut saja Anda fulan, seorang muslim yang sedang berpuasa). Intinya, jangan marah, insyaAllah masuk surga.
Coba yuk, kembali ke euforia dari kasus penyitaan jualan Ibu Saeni di tahun 2016 dulu. Meski alhamdulillah, dua tahun berselang tak ada kejadian serupa, banyak daerah di Indonesia yang masih terapkan penutupan tempat-tempat makan.
Tidak masalah untuk penduduk setempat yang sebagian besar memang berpuasa. Akan jadi masalah, untuk daerah-daerah yang menjadi destinasi wisata. Di mana, tingkat kunjungan penduduk luar tinggi. Plus tentunya tetap membutuhkan kemudahan tempat makan, 3 kali sehari. Pagi, siang dan malam.
Di Lombok, sekian tahun anjuran menutup tempat makan berlangsung, akhirnya malah jadi terbiasa. Sederhana. Pedagang berpikir, sebagian besar masyarakat Lombok muslim dan berpuasa. Hitungan ekonomi yang juga simpel. Pembeli lebih banyak puasa, ya sudah, tutup dulu saja.
Jadi, ayolah. Jangan marah, kamu masih mau masuk surga kan?
Wallahu'alam.