Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[100HariMenulisNovel] #27 Aluy

15 April 2016   10:13 Diperbarui: 15 April 2016   10:22 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="DokPri: Kembang Kertas dari halaman rumah ibu."][/caption]

Baiq yakin, usahanya mempertemukan orang-orang terdekat yang sangat disayanginya akan berbuah manis. Benarkah?

(Epilog Aluy 26)

Aku akan telpon kak Putri nanti malam. Maaf, hari ini aku masih ada sidang klien.

SMS pendek dari nomor pribadi Ranti masuk selepas selesai siapkan sarapan. Sepanjang hari tak ada janji penting lainnya, habiskan waktu di toko buku dan sambil lalu melihat-lihat buku berpenjualan terbaik rasanya penting untuk perkembangan fiksi terbaruku. Atau buku-buku terbaru, demi update resensi. Menyetir sendiri, tak ada playlist yang cukup nyaman bagiku, otakku masih penuh. Tanpa kehadiran bapak lagi, ibu akan tahu, dua putrinya selalu bisa hangatkan hidupnya. Kehangatan yang lebih banyak lagi, dari orang tua mas Bagas dan orang tua Aluy.

***

“Hai, maaf baru kutelpon sekarang. Tak terlalu malam kah?”

“Hai. Ndak lah. Ini aku masih ngopi di teras atas. Ada buku yang harus kuselesaikan baca.”

“Aku terima undangan kak Putri dengan senang hati. Plus, tiga hari pertama puasa nanti aku tak kan buat janji dulu dengan yang lain. Mastiin aku benar-benar bisa hadir.”

“Alhamdulillah. Sudah aja aku mau nyulik paksa kalian kalau sampai nolak…”

“Diculik kak Putri? Mau pake banget lah…”

“Ish, diculik koq pasrah.”

Beda waktu satu jam dengan di Lombok. Namun tawa kami berbalasan riang. Kukira suaminya Ranti masih di luar kota. Sebentar lagi tengah malam, obrolan kami tak terhenti. Tentang banyak hal, kecuali tentang bapak dan ibu. Ibuku. Atau ibunya yang telah meninggal.

***

Assalamu’alaikum, abah dan umiku bersedia penuhi undanganmu. Hari ketiga puasa ya. Di resto dekat rumah saja. Cuma jarak dua blok, naik taksi tak sampai sepuluh menit sudah sampai. Di depannya juga ada masjid kecil. Jadi abah bisa selesaikan fardhu dan tarawih dulu sebelum lanjutkan makan malam. Oia, paket bakpianya harus segera sampai ya?!

Pesan panjang dari Aluy di pagi berikutnya. Baiklah, Ranti, orang tua Aluy sudah terima undanganku. Tinggal menunggu kepastian cuti mas Bagas demi yakinkan orang tuanya berkenan lewatkan hari-hari awal puasa di Lombok. Kalau pun tak peroleh cuti, menjemput mereka ke Malang dan berangkat bersama ke Lombok sangat tak masalah buatku.

Kurang dari tiga minggu lagi. Mengandalkan mas Bagas saja untuk memastikan ibu dan orang tuanya ikuti rencana besarku terlalu beresiko. Harus ada cara tambahan. Tapi apa?

“Bu, gudeg yang kemarin hanya tinggal sedikit. Apa masih mau dipanaskan?”

Ah, gudeg!

“Bibi, hari ini tak usah masak ya. Temani saya ke gudeg Yu Djum. Saya mau kirim beberapa ke Malang dan Lombok. Terus, tolong ingatkan mampir juga ke toko bakpia yang paling enak.”

Bergegas, aku dan Bi Ratmi memutari kota. Terakhir, rela antri di kurir kirim tercepat. Beberapa paket lain, kuliner khas Bandung dan Semarang aku pesan melalui aplikasi online. Total ada lima kuliner khas berbeda yang kupaketkan ke Malang dan Lombok. Seharusnya, hadiah dadakan ditambah jemputan tiba-tiba akan sulit ditolak mertuaku di Malang, dan ibu.

“Wah, gudeg lagi? Kalau tak salah ingat, semalam juga pakai lauk gudeg. Iya kan Fairuz?”

“Ayah, ini beda. Ini gudeg Yu Djum. Bukan masakan bunda dan Bi Ratmi. Iya kan bun?”

“Iya, maaf ya ayah, Manna, Salwaa dan Fairuz. Dua malam terpaksa pakai lauk gudeg. Tapi spesial malam ini, ada krecek sedap dan sate pusut Lombok. Yang paling special, es serut lima buah segar a la bunda yang disiapkan dengan penuh sayang dan cinta.”

Cepat edarkan piring, kalimat protes berikutnya teredam dengan mulut yang sibuk dan kemudian berujung para perut yang kenyang.

--Bersambung--

*Selong 15 April

Rangkaian cerita sebelumnya:ALUY - Bab 1: KEPERGIAN.

#21 | #22 |#23 | #24 | #25| #26

Olah diksi ini meramaikan Event Tantangan 100 Hari Menulis Novel Fiksiana Community Kompasiana.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun