Mohon tunggu...
Muhammad Syifa Syarofi
Muhammad Syifa Syarofi Mohon Tunggu... Mahasiswa - mengubah pandangan masyarakat dalam berliterasi

berliterasi adalah salah satu upaya untuk berkeliling dunia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bias Gender dan Perdebatan Sebutan "Pelakor"

9 April 2021   08:00 Diperbarui: 12 Januari 2023   13:08 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media sosial menjadi salah satu sarana bagi masyarakat mengekspresikan dirinya kepada dunia luar. Tidak sedikit masyarakat menggunakan media sosial sebagai personal branding, berinteraksi dengan khalayak, dan mengeluarkan pendapat terhadap kerisauan yang sedang dialaminya.

Karena sifat media sosial yang bebas bagi penggunanya dalam mengakses. Tanpa disadari masyarakat melakukan hal yang dapat merugikan, menghina, bahkan mengkotak-kotakan orang lain terhadap apa yang mereka lihat dari secuil kehidupan yang terpampang di media sosial.

Bias gender pun lebih mudah terjadi di media sosial, dimana bias gender merupakan suatu kondisi yang memihak dan merugikan salah satu jenis kelamin. Hal ini sudah menjadi budaya masyarakat yang melekat dalam kehidupan sehari-hari. Sumbernya pun dapat di temukan di sosial media, iklan, maupun sinetron yang ditayangkan di televisi ataupun media digital.

Salah satu perlakuan masyarakat yang melakukan bias gender dapat dilihat pada fenomena perselingkuhan yang selalu menjadi berita hangat di telinga. Bahkan kasusnya pun beragam dimulai dari kasus pribadi, masyarakat sekitar, ataupun kasus yang dialami oleh selebriti.

Karena keberadaannya sangat dekat dengan kehidupan. Fenomena itu pun menghiasi lini masa media sosial warganet Indonesia. Dimana dikisahkan hubungan suami istri yang telah berjalan lama kandas karena adanya orang ketiga. Orang ketiga ini mendapatkan perhatian lebih oleh warganet dimana mendapat sebutan sebagai pelakor yaitu singkatan dari perebut suami orang.

Warganet dengan mudahnya langsung menghakimi orang ketiga dengan sebutan pelakor yang dianggap perlakuan yang di perbuat meresahkan. Penghakiman yang dilakukan warganet pun bermacam-macam salah satunya dengan memberikan ujaran kebencian di kolom komentar orang ketiga. Sampai akhirnya akun media sosial yang disinyalir sebagai orang ketiga harus mematikan kolom komentar.

Pelabelan pelakor ini adalah perlakuan bias gender yang tidak disadari. Masyarakat hanya menghakimi perempuan yang menjadi satu-satunya pelaku, sedangkan laki-laki diberlakukan pemakluman atas fenomena yang terjadi saat itu. Hal ini rentan menimbukan persepsi serta penghukuman terhadap sosok yang dianggap sebagai pelakor. Sedangkan, peran laki-laki dalam persoalan tersebut dibiarkan bebas.

Hal ini terjadi karena minimnya literasi bermedia sosial. Masyarakat lebih mudah menelan informasi secara mentah-mentah tanpa mengecek lebih lanjut sumber dan kebenaran atas fenomena yang terjadi.

Untuk mengurangi terjadinya bias gender seperti pelabelan pelakor. Hal ini harus mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Dengan menciptakan budaya baru sehingga masayarakat dengan pintar memahami situasi dan keadaan yang sedang terjadi dengan meriset dan melakukan literatur dengan dalam. Sehingga perlakuan bias gender yang masih melekat dapat luntur seiring berjalannya waktu khususnya bagi masayarakat pengguna  media sosial.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun