Mudik kali ini rasanya berbeda dengan mudik tahun lalu. Jika mudik tahun 2024 kemarin saya melakukan keberangkatan awal dari Yogyakarta karena saya bekerja di sana, mudik tahun 2025 ini saya memulai perjalanan dari Purwokerto. Saya resmi menjadi warga Purwokerto setelah saya diterima sebagai seorang abdi negara di Kota Satria tersebut. Itu artinya ke depannya saya akan selalu mudik dari Purwokerto.
Meski titik keberangkatannya berbeda, baik dari Yogyakarta maupun Purwokerto, kereta api tetap menjadi pilihan utama saya ketika mudik lebaran tiap tahunnya. Bahkan sebelum bekerja, sewaktu saya bersekolah di Jombang Jawa Timur atau saat kuliah di Jakarta, saya selalu mudik menggunakan jasa layanan transportasi umum kereta api. Setiap tempat awal stasiun keberangkatan memiliki ceritanya tersendiri dan kali ini saya ingin menceritakan kisah mudik saya di tanah rantau yang baru di Purwokerto.
Keluarga saya berasal dari Pemalang Jawa Tengah, berjarak sekitar seratusan kilo meter dari Purwokerto. Setiap mudik naik kereta, Stasiun Pekalongan adalah stasiun tujuan akhir saya karena rumah saya berada di daerah perbatasan antara Pemalang dan Pekalongan.
Mulanya keluarga saya menyarankan saya mudik naik bus atau travel saja, katanya lebih murah. Namun saya berpikir seratus kali untuk mudik menggunakan dua moda transportasi tersebut, bukan karena harganya melainkan karena kenyamanannya. Perjalanan dari Purwokerto ke Pemalang perbatasan Pekalongan harus melewati daerah perbukitan yang naik turun. Saya yang rentan mengalami mabuk perjalanan lebih memilih naik kereta api.
Selama naik kereta api, saya tidak pernah mengalami mabuk perjalanan meskipun rute rel yang naik turun perbukitan. Naik kereta api terasa lebih mulus dan stabil dibanding perjalanan bus atau mobil yang melalui jalanan meliuk-liuk perbukitan. Saya tidak merasakan guncangan sama sekali. Isi perut saya aman-aman saja, tak ada tanda-tanda mual.
Sebenarnya selisih harga antara bus atau mobil travel dengan kereta api tidak begitu jauh, hanya sekitar empat puluh ribuan saja. Tiket kereta api memang lebih mahal tapi waktu tempuh keduanya berbeda jauh. Kereta api terkenal dengan jadwal keberangkatan dan kedatangan yang tepat waktu sementara bus atau mobil travel seringkali berhenti lama untuk menaik turunkan penumpang, belum lagi jika di jalanan macet. Bagi saya, selisih harga empat puluh ribu rupiah sebanding dengan ketepatan dan kecepatan waktu kereta api.
Selain itu, mudik tahun 2025 kemarin saya bagai kejatuhan durian runtuh. Bagaimana tidak, saya mendapatkan tiket promo lebaran untuk kereta Kamandaka kelas eksekutif. Jika biasanya harga tiket Kamandaka kelas eksekutif Purwokerto-Pekalongan dibandrol 165 ribu rupiah, saya hanya perlu merogoh kocek 148 ribu rupiah saja. Promonya tidak besar memang, namun bagi pecinta kereta api seperti saya, mendapatkan harga promo bagai oase di tengah padang pasir, apalagi dengan kereta eksekutif.
Perjalanan Pulang yang Berkesan
Stasiun Purwokerto sudah semakin nyaman dan modern. Saya tidak perlu mencetak tiket manual karena sistem gate in yang sudah canggih. Saya hanya perlu menunjukkan wajah saja, layar kecil di pintu masuk akan memindai wajah dan jika cocok dengan data tiket di aplikasi KAI maka pintu itu akan otomatis terbuka. Saya tidak perlu antre untuk mencocokkan kartu identitas dan tiket, benar-benar menghemat waktu.