Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Guru - M Musa Hasyim

Guru PPKn yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Menjelajah Masjid di Tengah Lautan Ilmu "Nurul Ilmi" Perpusnas, Ada Apa Saja?

30 April 2021   22:44 Diperbarui: 30 April 2021   22:44 3172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Nurul Ilmi di lantai 6 gedung Perpusnas. Dokpri

Masjid di zaman Nabi Muhammad bukanlah sekadar tempat ibadah saja, namun juga tempat bertukarnya ide, sosial dan ekonomi. Masjid menjadi tempat penumpasan kemiskinan, kebodohan, dan kebobrokan moral.

Sementara saat ini, masjid tidak lebih dari tempat salat belaka. Masjid dibangun seindah dan semenarik mungkin, tapi di dalamnya agak kosong. Tidak ada kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi yang berjalan dengan baik. Bahkan untuk ibadah salat sehari-hari saja cuman diisi beberapa baris sedangkan luas masjid berkali-kali lipat besarnya. Alhasil, masjid terasa hampa karena banyak ruang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Negara pun saling berlomba-lomba membuat gedung masjid seartistik mungkin, untuk menggaet potensi wisata tentu saja. Namun hanya di saat salat-salat tertentu saja masjid terpantau penuh seperti Maghrib dan Isya.

Nah saya menemukan konsep baru dari sebuah masjid ketika saya mengunjungi Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas RI) di lantai 6. Lokasi Perpusnas memang strategis, depan Monas langsung. Tapi siapa bisa menduga di dalamnya ada masjid yang cukup unik dan artistik. Namun ada esensi lain di balik berdirinya masjid di perpusnas ini.

Namanya Masjid Nurul Ilmi atau kalau diartikan berarti cahaya ilmu pengetahuan. Cocok sekali dengan citra perpustakaan tertinggi di dunia ini yang memang disematkan pada Perpusnas kita.

Bukan hanya perpustakaan saja atau instansi-instansi lainnya yang didaulat sebagai ladang keilmuan, masjid pun harusnya demikian. Masjid seyogyanya lebih hidup dengan aktivitas-aktivitas yang membangun. Di samping itu, Masjid Nurul Ilmi juga memiliki fasilitas dan nuansa yang tidak kalah dengan masjid-masjid beken di Indonesia.

Pertama, interior masjid memang tidak begitu rumit, sangat sederhana namun pemandangan di luar yang menghadap langsung ke Monas sungguh memanjakan mata. Ada balkon semriwing yang bisa dijadikan tempat rehat sejenak sebelum memasuki waktu salat. Ada juga kantin sehat di sampingnya, tentu kantin ini menerapkan protokol kesehatan dengan cukup baik.

Kedua, soal protokol kesehatan, masjid juga tidak jauh berbeda dengan kantin di sebelahnya. Begitu kita keluar dari lift lantai enam, kita akan disambut oleh hand sanitizer, tisu, dan tempat sampah. Hand sanitizernya diletakkan di berbagai titik. Dan ada pula lukisan kaligrafi indah di dinding dekat lift.

Kaligrafi yang sangat indah di samping lift lantai 6. Dokpri.
Kaligrafi yang sangat indah di samping lift lantai 6. Dokpri.

Ketiga, tempat meletakkan sepatu yang menarik karena ada sofa empuk mengelilingi. Tempat ini juga lagi-lagi bisa dijadikan tempat rehat sejenak sambil menunggu waktu salat tiba, sambil menengok Monas di luar.

Ada sofa buat duduk-duduk santai sejenak. Dokpri.
Ada sofa buat duduk-duduk santai sejenak. Dokpri.

Keempat, jangan bingung cari tempat wudu. Berdasarkan pengalaman, saya sedikit heran ketika tidak menemukan tempat wudu. Saya hanya melihat toilet di depan masjid (karena biasanya toilet bergabung dengan tempat wudu) namun ternyata tempat wudu terletak di dalam masjid, lagi-lagi posisinya menghadap ke luar dengan pemandangan gedung pencakar langit nan gagah.

Kenapa Masjid Nurul Ilmi ini bisa dijadikan contoh? Kalau menurut saya, bukan karena fasilitas dan nuansa-nuansa itu tadi tapi ruh yang ada di dalamnya. Masjid Nurul Ilmi berada di tengah lautan ilmu. Ada banyak sekali buku-buku dan sumber ilmu pengetahuan lainnya yang bisa kita akses dengan mudah dan gratis di beberapa lantai. Seharusnya masjid pun lainnya pun begitu.

Coba kalau di setiap masjid di Indonesia menyediakan perpustakaan dan layanan multimedia layaknya Perpusnas, pasti jemaahnya akan bertambah banyak karena masjid bukan soal ibadah belaka namun juga soal aktivitas sosial, budaya, dan ekonomi.

Semoga cita-cita sederhana ini bisa didengar oleh pengurus Dewan Masjid Indonesia dan para pengurus masjid di seluruh Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun