Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Guru - M Musa Hasyim

Guru PPKn yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Belajar dari Kisah Ramadhan Tahun Lalu: Lolos Mudik Sih, tapi...

14 April 2021   19:11 Diperbarui: 14 April 2021   19:22 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stasiun Pekalongan, tempat pemberhentian setiap kali mudik yang penuh kenangan. Dokpri

Pemerintah resmi melarang mudik untuk tahun ini. Alasannya tak jauh berbeda dengan tahun lalu, supaya pandemi tidak menyebar ke sudut-sudut desa atau perkampungan di Indonesia. Pemerintah tidak ingin angka kasus penyebaran Covid-19 meninggi sehingga akan merepotkan ke depannya. Padahal jika melihat kondisi desa atau perkampungan, Covid-19 sudah dianggap endemi layaknya flu biasa bukan pandemi. Sungguh dilema!

Penyekatan pun rencananya akan dilakukan mulai tanggal 6-17 Mei 2021 sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Kepala Satgas Penanganan Covid-19 No.13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik pada Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2021. Membaca surat edaran ini, warga kota khususnya Jabodetabek pasti ketar-ketir, kemarin tidak mudik lantas sekarang juga tidak mudik? Bagaimana melepas rindu, apa cukup dengan video call?

Memang pelarangan mudik ini masih mengundang kontroversi dari berbagai pihak. Tapi namanya sudah diketok palu, maka sulit untuk diganggu gugat kecuali ada demo berjilid-jilid. 

Meski belum ada tanda demo berjilid-jilid, masyarakat sipil yang julid sering menyandingkan larangan mudik dengan pembukaan tempat pariwisata dan kunjungan Pak Presiden ke nikahan artis. Alhasil, muncul pula kelompok-kelompok radikal (baca: garis keras) yang ingin tetap mudik meski dilarang. Mereka masih berkoar-koar namun masih sebatas di media sosial. 

Belajar dari tahun lalu, sebagian dari mereka mungkin akan tetap mudik tetapi mengambil hari yang masih longgar. Lihat saja, di beberapa kanal berita menyebutkan bahwa jumlah penumpang di darat, laut, dan udara mengalami peningkatan sebelum Ramadhan dan minggu pertama Ramadhan. Mereka masih bisa lolos untuk kembali ke kampung halaman karena memang surat edarannya tertulis tanggal 6-17 Mei 2021. Pun transportasi publik belum disetop atau dibatasi secara ketat.

Saya pun demikian, tahun lalu saya mencoba mudik sebelum larangan mudik atau penyekatan dilakukan. Saya memberanikan diri untuk mudik naik kereta dengan protokol kesehatan yang belum ketat waktu itu. Waktu itu belum ada syarat tes antigen/Rapid dan sebagainya untuk bisa naik kereta atau pesawat. Hanya tes suhu badan dan memakai masker. Itupun ada beberapa penumpang yang tidak memakai masker karena pandemi belum sewow sekarang.

Meski lolos mudik tahun lalu, saya merasa kondisi desa atau perkampungan sangat jauh berbeda dengan kondisi di kota. Banyak warga desa masih cuek dan acuh, dan Covid-19 bagai endemi belaka. Alhasil saya lebih sering mengurung diri di kamar ketimbang harus keluar-keluar yang tidak berfaedah atau mendesak.

Bagaimana dengan tahun ini? 

Kini, protokol kesehatan semakin ketat. Untuk transportasi publik baik kereta atau pesawat, si penumpang wajib melampirkan surat bebas Covid-19 melalui tes yang tidak gratis. Saya pun kembali mikir seratus kali untuk mudik, bukan karena biaya tesnya tapi ada alasan lain yang tidak bisa saya tinggalkan di kota. Pun masyarakat desa sudah semakin lupa adanya Covid-19.

Belajar dari tahun lalu, meski mudik dilarang lantas ada beberapa penyekatan di mana-mana, tapi kok mobil dan motor berpelat B masih menghiasai jalan pedesaan di hari menjelang Idul Fitri maupun ketika Idul Fitri?

Usut punya usut, mereka punya seribu satu cara untuk menghindari dari razia larangan mudik. Salah satu rekan saya mengatakan mereka mudik ke daerah Jawa Tengah dengan melewati jalan-jalan tikus. Cara tersebut dilakukan berkali-kali, karena ada saja sekali ketahuan. Namun ada juga yang mencoba sekali saja tapi bejo bisa lolos. Kok bisa?

Apa sih yang tidak bisa bagi penduduk +62, namun jangan ditiru yah! Mereka punya koneksi yang kuat dan hafal betul bagaiamana bisa mudik tanpa disuruh putar balik. Mereka tidak membawa barang banyak supaya dikira penduduk lokal yang sedang tidak dalam perjalanan mudik ke kampung halaman. Tapi mereka tidak bilang pulang kampung, karena baik mudik atau pulang kampung jika ketahuan polisi maka pasti disuruh putar balik. 

"Yang penting tidak sampai ketahuan," begitu tutur salah satu rekan yang tidak ingin disebut namanya.

Tentu saja, cara ini akan sulit (mungkin sangat mustahil) bagi mereka yang memakai kendaraan bus, kereta atau pesawat karena tahun lalu memang betul-betul transportasi publik dibatasi minggu-minggu menjelang Idul Fitri kecuali bagi mereka tenaga kesehatan dan pihak yang mengurusi Covid-19 dengan melampirkan surat tugas super ribet.

Mungkin jika larangan itu disahkan pada 6-17 Mei nanti, transportasi publik pun akan sama-sama dibatasi. Kalau pun tidak ditiadakan, maka suasananya akan kembali seperti tahun lalu, hanya orang-orang berkepentingan yang bisa menggunakannya. Alhasil, satu-satunya jalan untuk bisa lolos mudik di hari-hari pelarangan mudik dengan cara menggunakan motor atau mobil pribadi. 

Jika beruntung lolos mudik Alhamduillah tapi selalu ingat harus karantina mandiri dan patuhi prokes, namun jika tidak lolos mudik tahun ini, ambil hikmahnya saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun