Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Guru - M Musa Hasyim

Guru PPKn yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Politisasi TVRI di Balik Pernyataan "Jati Diri Bangsa" oleh Dewan Pengawas

24 Januari 2020   15:02 Diperbarui: 24 Januari 2020   14:56 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://m.cnnindonesia.com/

Saya sangat kaget ketika Helmy Yahya dikick dari jabatan Dirut TVRI. Sosok yang sudah banyak makan garam di dunia media itu dianggap kebarat-baratan lantaran menyajikan tayangan Liga Inggris dan Discovery Channel. Kedua tayangan tersebut padahal banyak membawa nilai positif di masyarakat.

Liga Inggris misalnya, tontonan pertandingan sepak bola klub besar dunia tersebut secara tidak langsung mempersatukan bangsa. Lewat kafe-kafe dan layar tancep, masyarakat berkumpul bersama menyaksikan klub andalan favorit mereka. 

Kafe-kafe pun kebanjiran orderan. Apalagi bagi anak kos yang tidak punya TV, menonton Liga Inggris di warung atau kafe menjadi solusi. Tayangan Liga Inggris membuat usaha menengah ke bawah terkena cipratannya. Masyarakat semakin antusias untuk berbondong-bondong nonton bareng (nobar) di kafe terdekat mereka.

Permainan yang santun dan suporter yang tak begitu anarkis dari Liga Inggris ini pun turut menginspirasi tim sepak bola merah putih (meski sering kalah melawan Malaysia). Kita jadi semakin sadar bahwa urusan sepak bola bukan urusan aju jotos tapi adu skill. Dalam hal ini, pemain-pemain Liga Inggris kerap kali memberi contoh yang baik melalui tindakan sportifnya.

Pun sama dengan Discovery Channel, karena tayangan ini secara tidak langsung mengajak kita untuk menjaga keseimbangan alam di sekitar kita. Lantas kenapa Dewan Pengawas ribut soal kedua tayangan tersebut selama ada nilai kebaikan yang bisa dipetik oleh pemirsa Indonesia. Apa kedua tayangan tersebut mencederai jati diri bangsa?

Berbicara masalah jati diri bangsa, apa gara-gara kedua tayangan itu lantas kita dianggap tidak memegang teguh jati diri bangsa? Lalu bagaimana dengan ponsel pintar yang mereka gunakan, apa iya semuanya harus serba Indonesia kalau memang kita belum siap?

Pun sama dengan sebuah tayangan di TV, kita belum siap membentuk tim untuk membuat channel serupa Discovery Channel dan kita juga belum siap memiliki klub kelas dunia. Masak iya kita mau membuat sinetron yang berjilid-jilid itu untuk membawa gairah jati diri bangsa? Masak iya kita harus memperbanyak tayangan drama setingan ala artis dan gosip-gosip panas di tanah air?

Pada akhirnya masyarakat melihat bahwa pernyataan jati diri bangsa hanyalah langkah mempolitisasi TVRI. Tayangan TVRI harus selalu mengagung-agungkan program pemerintah meski ada banyak celah yang keropos. Agenda-agenda pemerintah harus selalu mulus di layar kaca. 

Kalau pemerintah serius mau menampilkan jati diri bangsa melalui tayangan yang tidak membosankan seperti Discovery Channel atau serial drama Korsel, maka pemerintah juga harus siap menggelontorkan dana yang sangat banyak. Berkaca pada Korsel, yang mana untuk membuat sebuah serial drama yang membawa nama budaya dan wisata mereka, Korsel rela mengeluarkan dana ratusan juta rupiah hanya untuk satu episode. 

Sama halnya dengan Jepang, melalui animenya yang selalu mengenalkan tradisi Jepang, pemerintah Jepang tak tanggung-tanggung mengeluarkan kucuran sampai milyaran yen untuk dipromosikan secara global.

Sepertinya Indonesia belum terlalu niat betul ingin membenahi tayangan TVRI. Lihat saja anggaran besar untuk membeli tayangan Liga Inggris dan Discovery Channel saja dibesar-besarkan sampai memecat sosok terbaik bangsa, Helmy Yahya. Apa lagi kalau bukan agenda politik terselubung. Apa iya TVRI mau balik ke zaman dulu lagi di mana tayangan TVRI sangat membosankan, kaku dan tidak laku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun