Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Guru - M Musa Hasyim

Guru PPKn yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lelaki Malam

8 Januari 2020   14:50 Diperbarui: 8 Januari 2020   23:17 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suami Munaroh, Parman, sudah menganggur selama lebih dari lima tahun setelah dipecat bosnya gara-gara membuatkan tamunya secangkir kopi tanpa gula. Setelah menganggur, Parman banyak berdiam diri di rumah. Dapur pun tidak mengepul lagi. 

Munaroh tahu betul suaminya sudah berjuang namun selalu gagal. Akhirnya ia memilih berjualan keliling kampung. Pisang goreng gurih itu menjadi andalan Munaroh untuk menopang agar dapurnya bisa mengepul, bukan asal mengepul tapi benar-benar mengepul mengeluarkan aroma lezat masakan sup jengkol lengkap dengan nasi.

Pernah sekali Parman berkata padanya, kalau sebenarnya ia malu menjadi pengangguran sementara istrinya sibuk berjualan. Tapi Parman benar-benar pasrah. Istrinya tidak mampermasalahkan nasib Parman. Dulu ia juga mati-matian agar bisa hidup satu atap, ia rela hanya makan cinta daripada cinta yang memakan mereka. 

Munaroh di mata sang suami adalah jelmaan bidadari yang tidak pernah sekalipun mengeluh. Ia juga taat menjalankan perintah Tuhan, salat berjamaah tidak pernah sekalipun ditinggalkan. Bersamanya membuat Parman ikut-ikutan taat tapi tidak sejak malam itu datang.

Parman akan menghilang ketika sinar matahari sempurna padam bagaikan kelelawar. Mungkin Parman sudah benar-benar menjadi kelelawar. Ketika malam ia beraktivitas, sedangkan ketika matahari bersinar ia malah tidur. Lama-kelamaan, Munaroh jengkel juga. Ia membanting piring plastik. 

Berkali-kali Munaroh menyuruh agar Parman tidak kelayapan di malam hari. Munaroh sangat kesepian, di saat matahari bersinar ia bekerja seharian keliling kampung dan saat malam tiba ia sangat kecapaian tanpa ada suami di ranjang. Siapa yang mau menemaninya saat malam tiba sedangkan suaminya entah kelayapan kemana. 

Parman tidak mau tahu. Mungkin itu adalah pertengkaran mereka pertama sejak dua puluh tahun mereka menikah tanpa restu orang tua. Munaroh benar-benar sangat marah, sampai ia tidak mau berjualan pisang goreng lagi. 

Setelah istrinya seharian mogok berjualan, Parman membawa makanan yang sangat banyak. Ada buah naga, anggur, daging dan piza. Parman membawa itu semua di pagi hari karena di malam hari Parman kelayapan. 

Munaroh tersenyum, akhirnya suaminya memiliki pekerjaan lagi. Namun ketika ditanya dapat dari mana, Parman hanya menjawab dapat dari Tuhan. Munaroh percaya-percaya saja karena mempercayai suami adalah salah satu tugasnya. Tanpa berpikir panjang, pagi itu, mereka makan dengan lahap. Apalagi daging adalah makanan setahun sekali bagi mereka. Terakhir kali makan daging adalah saat Iduladha tahun kemarin. Sedangkan piza, seumur-umur mereka baru pertama kalinya memakan makanan dari Italia itu.

Setelah makan enak, Parman tidur. Munaroh tidak tahu harus berbuat apa dengan kelakuan suaminya. Suaminya akan tidur seharian melewati beberapa salat wajib, Zuhur dan Asar. Suaminya berubah. Mungkin barusan mereka telah melahap makanan enak tapi sejatinya ia tidak sedang melahap cinta, cinta yang melahap mereka karenanya Parman lupa Tuhan. Benar-benar ia diterkam cinta. Munaroh sampai kehabisan kata-kata untuk menasihati suaminya.

Munaroh tidak pernah bertengkar lagi setelah kejadian kemarin benar-benar di luar kendalinya. Ia takut akan mendapatkan dosa dari pertengkarannya dengan sang suami. Bagaimana tidak, selama ini Munaroh sangat berhati-hati dalam berumah tangga. Ia menjalankan semua perintah Allah dengan hati-hati, selalu mendengarkan ceramah ustaz di masjid setiap Jumat malam, sampai mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun