Mohon tunggu...
Mario b o j a n o Sogen
Mario b o j a n o Sogen Mohon Tunggu... Penulis - Pengagum Senja | Penulis | Content Writer Nongkrong.co

Aku ingin menjadi seperti kunang-kunang. Dalam gelap aku terang. Dalam gelap aku bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mawar Terakhir untuk Maria

27 November 2021   23:45 Diperbarui: 27 November 2021   23:54 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah setengah perjalanan meski hujan tengah mengguyur sejak aku meninggalkan seorang gadis kecil menenteng bakul di sepanjang jalan depan gereja. Mawar di bakulnya mungkin telah basah jika ia tak memilih untuk berteduh. Tiada jas hujan ataupun payung selain bakul berisi mawar yang ia tenteng. Entah telah berapa kilometer jalan yang ia tempuh hingga sore hari ini. Berkali-kali aku menciumi aroma mawar yang sebentar lagi akan menjadi milik Maria, gadis yang kini sudah tak lagi menjadi asing bagiku dan seluruh keluargaku. Ini akan menjadi mawar ke seratus empat setelah dua tahun dua bulan menjalin kisah kasih bersamanya.

"Aku harap, kamu tak bosan dengan mawar yang selalu sama setiap kali aku bertemu denganmu," bisikku lembut setelah menghampirinya yang katanya sudah lama menungguku. "Maaf, aku lama. Di luar sedang hujan," kataku lagi setelah duduk di sampingnya. Maria hanya tersenyum, menerima mawar itu lalu menciuminya. Senyumnya merekah lalu menanyakan padaku minuman apa yang ingin ku pesan. Ia langsung meneguknya setelah beberapa saat pesanan diantar ke meja kami. Selembar kertas dikeluarkan dari dalam tasnya lalu meletakkan ke atas meja persis hadapanku. "Bacalah, semoga kamu tak keberatan jika hari ini adalah hari terakhir kamu memberiku mawar."

Mataku tak berkedip membalas tatapan darinya. Jantungku seketika berdegup sangat kencang setelah mencoba menebak apa yang diungkapkan oleh kedua matanya. Ceria di wajahnya ketika menerima mawar dariku dalam sekejap raib menyisakan kesedihan yang perlahan ia tunjukan pada wajahnya. Sama sekali aku tak menyentuh selembar kertas yang ia taruh di hadapanku, membacanya pun tidak. "Kamu akan meninggalkanku, Maria?" tanyaku lembut.  Suaraku sedikit terdengar agak berat karena sudah kutebak isi suratnya pasti tentang beasiswa ke London. Sesuatu yang kutakuti kini berada tepat di depan mataku. Tak pernah kubayangkan bahwa ia benar-benar akan mendapatkan itu dan harus pergi meninggalkanku sendirian tanpa ada lagi pertemuan dan setangkai mawar. "Ini mawar terakhir darimu tapi bukan dengan apa yang sudah kita mulai bersama," kata Maria lembut tanpa berani menatap ke mataku. Aku menarik napas dalam-dalam lalu perlahan menghembuskannya. "Sekolahku tak setinggi sekolahmu. Aku meragukan ucapanmu, Maria."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun