Mohon tunggu...
Penaku
Penaku Mohon Tunggu... Mahasiswa - Anak-anak Pelosok Negeri

Menulis adalah Bekerja untuk keabadian. Awas namamu akan abadi dalam tulisannya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terimakasih untuk Rumah Nyaman (2)

8 Agustus 2022   09:45 Diperbarui: 8 Agustus 2022   09:52 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jimiardi. Gambar dokumentasi pribadi 

Siapa sangka, menuju rumah elis ternyata tak secepat yang kami kira. Estimasi waktunya sekitaran setengah jam atau barangkali kurang. Memang kadang-kadang google maps tidak selamanya presisi.

Motor melaju, lingkungan semakin sepi. seperti kampung-kampung pedesaan pada umumnya. Disini pula tidak ada penerang jalan selain sorot lampu motor. Jangan kira kami tidak takut.
"kenapa gelap begini, far?" Sudah benarkah ini ? Kok semakin gelap ya?".

Saya yang nebeng di belakang hanya meyakinkan bahwa tidak jauh lagi akan sampai. Jalannya pula berliku-liku, seperti  kehidupan yang banyak likunya. "Jalan aja bang, sudah semakin dekat kok,". Sepanjang jalan sepi ini, hanya itu yang sanggup ku ucapkan, sembari berdzikir kepada Tuhan dalam hati.

Semakin kesini, hanya suara sesekali kendaraan mengisi gendang telinga. Rumah-rumah pun tak sepadat yang ada di kota. Masih berderet namun juga tak begitu rapat, kisaran ratusan meter jaraknya.

Dengan laju motor yang sedang-sedang saja, bang jimin ini kalau lagi bawa motor sebenarnya santai, namun kali ini tak pelan sebagaimana sebelumnya. Ya, pas untuk kita katakan "Kalau cewek nebeng di orang ini sekarang, pasti nyaman". Hehe.

Satu hal menarik lainnya adalah saya tak lagi merasakan demam dan sakit kepala. Padahal sebelum keberangkatan, sakitnya bukan kepalang.

Pikiran mempengaruhi kondisi tubuh. Saya tersadar, semakin kita tak memikirkan apa yang menimpa tubuh kita, seperti penyakit, maka tubuh akan meresponnya dengan ekspresi bahagia. Seperti yang saya rasakan sampai pada malam ini. Sehingga saya menyadari betul tak merasakan lagi demam dan sakit kepala. Semoga saja apa-apa yang menimpa kita adalah musabab turunnya berkah.

Semakin dirasa dan bertanya-tanya, sejauh manakah kita telah melangkah, atau berjalan sejauh manakah kita, Sudah tiba kah tempat tujuan kita? Sebenarnya tempat tujuan kita menunggu pada ujung sana. Akan sampai kalau waktunya tiba.  Bahkan kita merasa begitu cepat dengan semua alur cerita dan secarik perjalanannya.

Anda sudah sampai! Begitulah kata suara gps. kami tiba dititik lokasi rumah elis. Namun hanya irikan jangkrik dan kodok yang menyambut kedatangan kami. Rasanya semakin sepi tambah juga gelap.

"Ini kita sudah tiba bang". Ucapku setengah lega. Motor menepi. "Terus mana rumahannya elis, kok, disini gelap baru sepi sekali? Tanya kakak himpunan ku ini.

"Bang, tadi siang saya liat sih, elis dia kirim video halaman rumahnya, ada beberapa tanaman pisang dan singkong".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun