Mohon tunggu...
Murtiyarini Murtiyarini
Murtiyarini Murtiyarini Mohon Tunggu... Blogger / PNS -

Penulis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selfie di Angkutan Kota, Mencatat Sejuta Makna

7 Juni 2015   15:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:18 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Selfie dulu sebelum naik angkot"

Memang benar adanya bahwa selfie mampu memberikan secercah bahagia, walaupun situasi sesungguhnya tidak selalu menyenangkan.  Beberapa detik kita tersenyum hingga timer kamera depan bekerja. Klik ! Lalu lanjut dengan melihat galeri foto hasil selfie, apakah cukup puas atau perlu diulang. Lantas senyum-senyum sendiri, lupa pada situasi. Hingga tersadar, dan kita kembali pada situasi sebenarnya. Bahagia itu sederhana.

Saya sering selfie dengan anak laki-laki saya yang masih TK. Kami sering selfie di dalam angkutan kota. Setiap Senin-Jumat saya dan anak naik angkutan kota selama kurang lebih satu jam menuju ke Penitipan Anak sekaligus TK, sebelum saya ke kantor. Sebenarnya jarak tempuhnya tidak jauh, hanya 12 km. Kemacetan lah yang menyebabkan 12 km itu harus ditempuh dalam waktu satu jam. Kadang-kadang bahkan lebih lama. Ini adalah hal yang sering terjadi di kota Bogor.

Rupa-rupa kisah kami temui di angkot. Ada kegembiraan. Lebih banyak keprihatinan. Suka duka yang kami lalui mengajarkan makna kehidupan baik untuk saya maupun anak laki-laki saya.

Pagi hari kami naik angkot dengan terburu-buru agar tidak terlambat ke sekolah.  Jalanan pagi sangat padat oleh kendaraan. Di beberapa titik terjadi kemacetan.  Semakin terburu-buru,rasanya perjalanan angkot semakin melambat. Apalagi jika angkot belum terisi penuh, kami terpaksa menunggu. Kadang cepat, kadang lama.  Entahlah, mungkin itu hanya perasaan saya saja akibat hukum relativitas waktu. Sambil menunggu angkot penuh inilah saya dan anak suka selfie.  Sejenak tersenyum, bergaya-gaya dan tertawa berdua demi membunuh kebosanan dalam penantian. Jika stock kesabaran habis, saya mengajak anak berpindah ke angkot lain.

Supir angkot jarang peduli atau bertanya apakah kita dalam ketergesaan. Baginya yang penting kursi penumpang harus penuh, 7 orang di sisi kanan, 4 orang di sisi kiri, 2 orang  di kursi depan sebelah supir.  Supir juga tidak peduli apakah penumpang berukuran kurus atau gemuk. Jika beruntung, dalam satu angkot ada beberapa orang gemuk, siap-siaplah merapat dan berhimpitan.  Jika ada anak-anak memilih duduk sendiri, maka harus dibayar penuh oleh orangtuanya. Jika tidak mau membayar, maka harus mau memangku anaknya. Ya begitulah. Siapa harus memahami siapa.  Supir memahami penumpang, atau penumpang memahami supir. Faktor ekonomi yang membuat supir tidak mau rugi kehilangan satu bayaran pun.

Selfie sambil menunggu angkot penuh

Kenaikan tarif angkot karena kenaikan BBM sudah menjadi hal yang biasa. Saat ini tarif jarak dekat 3000/orang, jarak jauh 4000-6000/orang.  Yang saya kurang paham, saat kenaikan BBM 1000/liter kenapa kenaikan tarif angkot mengikuti menjadi 1000/orang ? Padahal 1 angkot bisa berisi 12 orang. Sedangkan 1 liter bensin bisa menempuh jarak sekitar 9-11 km. Bingung memang kalau harus dihitung secara matematis. Karena kata pak supir, kadang penumpang sedikit, jadi malah nombok.

Ketika era Presiden Jokowi, berlaku harga BBM naik turun mengikuti harga BBM dunia, tarif angkot sempat naik dan turun juga. Naiknya banyak, turunnya sedikit. Sebagian penumpang malah tidak tahu kalau tarif angkot pernah turun.  Dulu kenaikan angkot membuat saya pusing tujuh keliling, jadi saya berhemat di pengeluaran lain. Sekarang saya tidak lagi memusingkan kenaikan tarif angkot. Nikmati saja. Daripada pusing mikirin tarif angkot, mendingan selfie saja.

Selfie saat angkot ngebut, tegang ya Nak?

Hikmah membawa anak naik angkot adalah menunjukkan padanya bagaimana beragamnya watak dan perilaku orang.  Ada penumpang yang menganggap angkot adalah mobil pribadi, bisa duduk senyamannya dan menghabiskan ruang cukup banyak sehingga penumpang lain terdesak. Ada penumpang yang suka cari angin dekat pintu, tidak mau bergeser, sehingga membuat penumpangg lain kesulitan untuk masuk. Ada penumpang yang suka merokok sehingga kami terpaksa menutup hidung.  Ada penumpang yang membuang sampah sembarangan, pandangan matanya ke arah jauh sementara tangannya diam-diam meletakkan bekas gelas minuman di lantai angkot.  Dikiranya kalau dia tidak melihat, orang laipun tidak melihat.  Ada  penumpang yang suka mengobrol, biasanya rombongan anak sekolah yang ramai mengobrol. Namun lebih sering penumpang langsung mengambil ponselnya sejak naik dan asyik dengan dunianya sendiri. 

Perilaku berlalu lintas juga beragam.  Sebagai penumpang, saya hanya bisa berdoa semoga selamat saat supir angkot ngebut. Sang supir berusaha menyalip angkot lain demi menjemput calon penumpang yang terlihat menunggu di tepi jalan.  Rejeki sudah diatur oleh yang Maha Kuasa.  Sudah sukses ngebut, ternyata calon penumpang tadi belum mau naik.  Hahaha..

Dalam suasana angkot yang panas tanpa AC, banyak hiburan yang bisa kita nikmati saat naik angkot.  Ada nyanyian pengamen dengan berbagai kualitas suara. Ada badut-badut Walt Disney berjoget di perempatan lampu merah. Ada juga pembaca puisi yang mengiba dengan kalimat akhir sedikit mengancam bagi yang tidak menyumbang. Ada juga pengumpul dana dari yayasan yatim piatu atau panitia pembangunan masjid. Masalahnya, saya tidak yakin apakah yang bersangkutan adalah utusan resmi atau bukan.

Walaupun macet, kami tak perlu kuatir kelaparan dan kehausan di angkot.  Karena setiap kali macet, pedagang asongan akan berkeliling menawarkan dagangannya. Tak hanya makanan dan minuman, benda-benda lainpun ada. Sebut saja, masker, kanebo, penutup kaca mobil, mainan, buku TTS, kemoceng, sapu lidi dan banyak lagi. Kadang, benda-benda yang tidak terpikirkan oleh saya sebelumnya.

Walaupun panas dan haus tetap selfie
Pulang malam, anak tidur, lanjut selfie dalam kegelapan. Pake HP biasa hasilnya gelap. 

Buat saya pribadi, angkot adalah saksi sejarah tumbuh kembang anak saya.  Sudah 5 tahun ini kami pulang pergi naik angkot. Kadang ada lelah, lantas saya hibur dia dengan mengobrol dan cerita-cerita. Selfie adalah salah satu kesukaan kami saat angkot masih sepi.  Kadang karena di kantor saya lembur dan kami pulang malam.  Sering kali anak tidur bersandar di lengan saya. Saya sempat selfie walaupun gelap. Dengan kamera hp seadanya. Coba kalau pakai Smartfren AndromaxC3s, selfie malam akan lebih oke. Ya, kembali pada romantika naik angkot, inilah beratnya menjadi ibu bekerja dan membawa anak ke penitipan anak dekat kantor.  Tapi selama ini pula saya menguatkan hati bahwa inilah pilihan hidup saya.

Saya bangga menjadi pengguna angkot.  Suka duka membawa hikmah kehidupan. Tentang perjuangan, tentang kesabaran, tentang sesama.  Dan selfie di angkot adalah kebahagiaan sederhana penuh makna. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun