Mohon tunggu...
Mita
Mita Mohon Tunggu... Administrasi - -

Just share my thoughts

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

KPI, Gregetmu Ditunggu Masyarakat

24 Agustus 2019   11:43 Diperbarui: 24 Agustus 2019   12:06 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak yang berpendapat kalau KPI itu lebay. Menurut mereka yang bilang lebay, karena ribet amat si KPI ngurusin konten digital, di TV aja banyak tayangan yang gak berkualitas tapi masih bisa wara wiri. Ibaratnya kerjaan yang satu belum rampung lalu untuk apa menambah pekerjaan yang lain. 

Saya setuju dengan pendapat itu di bagian belum selesainya masalah tayangan tv konvensional, namun saya juga setuju dengan KPI untuk mengawasi tayangan digital terutama YouTube. Saya setuju karena akun YouTube bisa dimiliki oleh siapapun bahkan dengan konten dan property yang seadanya seseorang bisa memiliki chanel YouTube. 

Contoh seperti seorang gadis bernama Kekeyi yang mendadak viral karena postingan YouTubenya dengan konsep tutorial make up  di mana ia memakai balon sebagai pengganti beauty blender untuk alat make up nya. Jadi apapun yang diposting di YouTube bebas. Setiap Youtuber berlomba-lomba membuat konten yang menarik untuk mendapatkan viewer dan subscriber. 

Namun yang saya permasalahkan bukan tentang seorang Youtuber yang memposting dengan prepare seadanya, tapi banyak sekali konten Youtube yang tidak berfaedah dan cenderung mengarah ke hal yang negatif. Contoh seorang gamer wanita yang populer dengan konsep bermain games namun lebih menonjolkan keseksiannya ketimbang kemahiran bermain games. 

Kemudian yang sempat ramai di pemberitaan mengenai ikan asin. Ada apa dengan ikan asin ? akhir-akhir ini ikan asin ramai dibicarakan terutama oleh kalangan wanita terlebih emak-emak. Heboh ikan asin bukan karna harga ikan asin di pasaran sedang naik sehingga meresahkan kaum emak-emak tapi ikan asin yang dibicarakan adalah aromanya. 

Hapal kan aroma ikan asin. Aroma ikan asin memang enak, apalagi jika disajikan panas-panas dengan nasi dan sambal. Benar-benar menggugah selera. Tapi..masalahnya kalau ikan asin aromanya disamakan dengan bau seorang wanita. Waduhh…panjang nih urusannya. 

Awal permasalahan bermula seorang selebritis yaitu Galih Ginanjar tampil di chanel YouTube Ray Utami dalam konten Mulut Sampah. Di sana Galih bercerita mengenai masa lalu bersama mantan istrinya yang juga selebritis yaitu Fairuz, ia menceritakan tentang rumah tangganya dahulu dan aib yang seharusnya tidak perlu diceritakan ke publik apalagi menurutnya bagian tertentu Fairuz berbau ikan asin. 

Sontak hal ini mengundang reaksi dari para netizen terutama para wanita yang mengecam hal tersebut sebagai bentuk penghinaan terhadap kaum perempuan. 

Ray Utami dan suaminya Pablo sang pemilik acara YouTube tersebut juga ikut dikecam karena rela menyakiti hati orang lain demi sebuah konten YouTube, di mana pada saat itu ia juga menikmati perbincangan ikan asin tersebut, dikatakan tidak ada tenggang rasa sesama perempuan.

Kalau dikatakan jika tidak suka tidak usah ditonton memang benar, namun sebagai warga net punya opini bahwa kebebasan berkarya tentu juga harus mengindahkan norma dan berperilaku. Jaman sekarang hal yang tabu menjadi layak untuk diperbincangkan (di publik).

Dan YouTube telah menjadi tontonan alternatif. Saya sebagai penonton menikmati tayangan alternatif tersebut dan bebas memilih tayangan yang tidak senorak di televisi. Kenapa televisi saya katakan norak ? karena sinetronnya ceritanya gak maju-maju. 

Kisah cerita rumah tangga pertengkaran menantu vs mertua, seolah menggambarkan beginilah wajah rumah tangga warga +62. Percintaan miskin dan kaya, yang membuat sobat miskin menghayal. Cerita azab yang justru baca judulnya saja mau ketawa, yang akhirnya menghilangkan substansi dari kisah tersebut untuk memberi pelajaran pada penonton. 

Belum lagi acara hiburan yang memaksa para pengisi acara menjadi pelawak. Melucu tidak pakai seni yang ada hanyalah lawakan ejekan atau bully. Beda dengan acara komedi tahun 90'an dan awal 2000an.

Mohon KPI untuk bereskan masalah tayangan televisi karena bagaimanapun kalau ada tayangan bagus bisa dinikmati bersama keluarga, berbeda dengan YouTube yang menatap gadget masing-masing. Karena tidak semua warga mempunyai Smart TV. Tidak semua warga berlangganan TV kabel. 

Dan tidak semua warga tahu serunya nonton Netflix. Please..KPI tolong tayangan ga berfaedah jangan cuma dikasih peringatan saja. Apakah karena ratingnya tinggi ? rating tinggi karena diminati penonton. Ya mau ga mau kita terima kenyataan masyarakat kita kurang kesadaran akan memilih tontonan yang bermanfaat. Lebih seneng nonton alay ketimbang yang mengandung edukasi. 

Atau mungkin saja tidak ada pilihan lain di tv. Dan yang membuat saya miris adalah ketika orang bermasalah dijadikan selebritis, atau dijadikan panutan. Jadi saat ini untuk bisa eksis di dunia entertainment bukan kualitas dan prestasi tapi gimik dan drama. Seketika jadi rindu tahun 90'an.

KPI jalankanlah fungsimu. Berikan kami tayangan yang bermanfaat. Hastag di akun instagram #kpimemantau tapi apanya yang dipantau. Tolonglahh.. bentuk pengawasan yang kami lihat di tv hanya menyensor belahan dada yang terkadang malah menjadi salah fokus ketika tokoh kartun juga kena blur. 

Ketika Sandy  temannya Spongebob memakai bikini lalu bagian dadanya di sensor. Where's the problem ? who's gonna get horny ? . it's just squirrel. Cuma tupai Masya Allah. 

Lama - lama nanti pentil ban motor juga diblur. Walaupun pihak yang menyensor mungkin saja dari lembaga sensor namun tetap langkah kongkrit dari KPI lah yang ditunggu masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun