Anak berpikiran “ah.. ambil aja yang penting aku bisa makan jajanan ini, lagian di rumahku jarang-jarang ada, kalaupun minta ke mama paling-paling mama juga tidak akan membelikan.”
Tersebab bagi ibunya membelikan sesuatu yang bukan makanan pokok adalah kategori pemborosan, karena terlalu selektif terhadap pengeluaran. Dan kebutuhan pokok tersebut seperti apa, tentu masing-masing orangtua memiliki pandangan berbeda alias tidak sama.
Tidak hanya di situ, si anak inipun kalau di tempat orang;bertamu, ada hidangan makanan atau kue-kue perilakunya reaktif sekali dalam mengincar makanan. Seakan-akan dia -si anak- tak pernah mendapatkannya di rumahnya.
Dari sekelimit kisah tersebut semoga memberi pelajaran bagi orang tua yang mungkin selama ini terlalu berlebihan memberi batasan kebutuhan bagi anak, irit yang kelewatan dalam membelanjakan uang untuk kebutuhan keluarga terutama untuk anak.
Langkah yang terbaik ya yang lumrah-lumrah saja lah. Kalau memang kebutuhan itu harus dibeli ya dibeli saja, apalagi demi anak-anak. Jangan sampai mengejar target tertentu, supaya bisa membeli ini membeli itu, biar tabungan cepat menggunung, biar deposito melimpah ruah, biar segera terbeli hektaran tanah, hektaran sawah untuk investasi di hari tua, harus mengorbankan kebutuhan anak.
Hal seperti ini pastilah bukan langkah yang baik. Apalagi jika itu menyangkut kebutuhan pangan anak, sandang, dan juga segala macam yang berkaitan dengan kepentingan anak.
Merasa kebutuhan di rumah kurang terpenuhi padahal orangtua tergolong mampu, bisa mendorong anak melakukan perbuatan yang tidak beretika. Contohnya yaitu tadi; mengambil barang orang lain tanpa ijin –bahasa kasarnya; mencuri, baik itu punya temannya atau milik siapapun.
Orangtua harus waspada jika ada anak-anaknya memiliki perilaku seperti kisah di atas, siapa tahu bahwa selama ini memang kesalahan di orangtua yang memiliki pemikiran yang salah terhadap uang. Memiliki pola pikir yang terlalu ekstrem terhadap uang.
Gimana masih mau menjadi orangtua yang pelit pada anak?