Mohon tunggu...
Pendidikan

Sistem Pendidikan ala Kang Punduk

15 November 2018   16:16 Diperbarui: 15 November 2018   16:26 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidkan merupakan hal yang sangat esensial dalam diri manusia, dengan pendidkan manusia bisa membedakan dirinya dengan mahluk tuhan lainya.  Salah tu lembaga pendidikan di Indonesia dalah pondok pesantren. Dan orang yang mondok lazim kita disebut dengan kang santri atau kang pondok. Disini kami tidak menggunakan kata kang santri ataupun kang pondok dikarenakan megacu pada kata santri yang bila kita pahami maknanya secara mendalam bukanlah jabatan yang bsa ditanggung oleh semabarang orang. 

Dan juga kang pondok bila kita pahamai merupakan orang berpindah tempat tidur. Hal ini mengingangkat gurauan kami akan pada masa lalu bahwa kang santri itu pintar mengaji sedangkan kang pondok pintar gendok (bahasa jawa)/ memasak. Lalu zaman sekarang gimana disuruh ngaji susah disuruh gendok tidak bisa, maka zaman sekarang orang yang mondok itu disebut dengan kang punduk saja. Itulah sekedar gurauan pada masa dipondok pesantren dahulu.

Pondok pesantren diindonesia telah ada jauh sebelum indonedia merdeka.sistem pendidkan dilembaga ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Menururt Nurcholihs Madjid sekiranya ada beberapa kritikan yang dilontarkanya. Pertama, tentang perumusan tujuan pesantren. 

Pendidkan pesantren lazimnya tidak mempunyai tujuan dan sasaran yang jelas tentang tujuan yang akan dicapai dalam system pendidikannya yang dirancangkan dalam suatu program atupun rencangan pekerjaan. Hal ini menururt nurscholis madjid disebabkan oleh, "Adanya proses improvisasi yang dipilih sendiri oleh kyai atau bersama-sama para pembantunya secara intuitif yang disesuaikan dengan perkembangan pesantrennya. 

Malahan pada dasarnya memang pesantren itu sendiri dalam semangatnya adalah pancaran kepribadian pendidiknya. Maka tidak heran kalau timbul anggapan bahwa hampir semua pesantren itu merupakan hasil usaha  pribadi atau individu (individual enterprise)."

Kedua, penyempitan orientasi kurikulum. Maksudnya disini bahwa yang diajarkan dalam pesantren dalah agamanya saja. Pesantren cenderung mengabaikan penajaran tentang keagamaan (religiulitas) atau lazimnya dikenal dengan tasawuf. Hal ini terlihat dalam madrasah diniyah yang Mata pelaran meliputi: Fiqh, nahwu, aqa'id sharaf, sedangkan tasawuf yang merupakan pokok dari kurikulum cenderung terabaikan. 

Padahal dalam kehidupan sekarang ini tasawuf mampu menjadi benteng moral generasi bangsa kita. Karena dalam tasawuf ini kita diajrkan bagaimana adab atau ahalak kita terhadap sang pencipta dan juga sesame manusia.   Dan juga tasawuf disini mapu menjadi penyaring gaya kehidupan barat agar para generasi kita tidak mengkonsumsinya secara mentah -- mentah akan tetapi diambil yang baik yang sesuai dengan islam dan corak bangsa indonesia .

Ketiga, system nilai dipesantren, pesantren sarat akan kitab -- kitab kalsik atau yang lazim kita sebuit dengan kitab kuning. Pengajaran kitab -- kitab klasik tersebut pada gilirannya telah menumbuhkan warna tersendiri dalam bentuk paham dan sistem nilai tertentu. Sistem nilai ini berkembang secara wajar dan mengakar dalam kultur pesantren, menurut nurcholis majid, "Sitem nilai yang digunakan dikalangan pesantren adalah yang berakar dalam agama Islam. 

Tetapi tidak semua yang berakar dalam agama itu dipakai oleh mereka. Kalangan pesantren itu sendiri, menamakan sistem nilai yang dipakainya itu dengan ungkapan Ahl-u'lSunnah wa'I Jama'ah. Kalau kita lihat, Ahl-u 'l-Sunnah wa 'I Jama'ah itu sediri pertama-tama adalah mengacu pada golongan Sunni. Maka dalam hal kalam atau ilmu ketuhanan, pesantren mengikuti Madzhab sunni, sebagaimana dirumuskan oleh Abu Hassan Al-Asy'ari, dan kemudian tersebar antara lain melalui karya-karya Imam Ghazali."

Terlepas dari beberapa kritikan yang disebutkan tentu saja system pesantren memiliki beberapa kelebihan sehingga membuatya tetap eksis di zaman yang serba modern ini. Pertama menggunakan system khataman, system khataman menekankan bahwa ketika seorang murid sudah belajar suatu kitab klasik bukan berarti dia sudah tidak perlu memepalajarinya kembali hal ini membuat pribadi para kang punduk tidak meremehkan suatu jenis ilmu bahkan dari yang terkecil. Jadi walaupun mereka sudah mengakatamkan suatu kitab, bila ada pengajian kitab yang sama mereka tetap harus mengikutinya. kedua tingginya sikap menghormati terhadap guru. 

Dalam pesantren tidak diragukan lagi tentang penaman sikap menghormati terhadap gurunya,. Walaupun sesorang yang telah menjadi alumni dan mereka menjadi seorang seorang walikota semisal. Mereka akan tetap menghormati gurunya seperti dia masih menjadi kang punduk. Dan juga tidak jarang kita temukan seorang ustadz yang umurnya lebih muda dari muridnya, akan tetapi simurid menghormatinya seperti seorang ustadz lainya yang umurnya lebih tua. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun