Ibarat pohon pisang yang ditebang bagaimanapun akan terus tumbuh dan tidak akan mati sebelum berbuah. Begitulah sebenarnya esensi hidup dan kehidupan tak terkecuali manusia. Lantaran itu, durasi hidup atau menjabat lama yang diidolakan orang-orang 'jahiliyah' mestinya tidak perlu didamba-dambakan di era sekarang. Namun kelamaan durasi nyatanya masih dielu-elukan.
Apalagi bagi mereka yang hidupnya 'nyaman'. Memang hal sejenis 'hidup lama' tidak salah karena sudah bagian dari kemanusiawian. Tapi keterlaluan bila 'hidup lama' dimaksudkan hanya sekedar untuk menguasai, memimpin instansi, dan menahkodai suatu partai tanpa ada pembuktian manfaat nyata.
Sebab sudah jamak lantaran berlama-lama dan ambisi mempertahankan suatu jabatan kadang memperkeruh situasi. Parahnya kadang mengundang pertikaian dalam berbangsa dan bernegara serta tak canggung merancang skenario biadab yang dipoles dengan corak bungkus beradab untuk tetap mendapat tepuk-tangan masyarakat (baca: kolega).
Hal ini bisa ditelisik dari pejabat, politisi, dan pejabat sekaligus politisi yang nyata mendewakan kekelan jabatannya. Sedangkan kontribusinya cukup nihil. Tuntu sosok sejenis ini harus segera didepak guna menciptakan pri kemanusiaan seperti termaktub dalam pembukaan UUD 1945.
Apalah arti durasi lama kalau sumbangan manfaatnya terbilang nol besar. Bukankah sebaik-baik hidup adalah bermanfaat bagi yang lain -khairunnas anfa'uhum linnas (al-hadist).
Bila kita bercermin dan mengimani hadis tersebut maka durasi hidup dan atau jabatan bukan takaran menjanjikan dalam menyemai benih-benih kemanfaatan. Sejarah membuktikan durasi lama menjabat malah menodanai dan mencabik-cabik kebhenikaan. Akhirnya, terciptalah 'bani-bani' dan monarki yang kalau bukan darah dagingnya tak boleh menggantikan posisinya.
Konsekuwensinya, bukan kontribusi yang dipreoritaskan malainkan durasi yang terus dipacu. Apabila sebagian dari kita mengizinkan durasi yang tidak berkontribusi sejatinya kita telah membiarkan kesalah membumi. Puncaknya, perang fisik dan atau rasa yang asapnya sudah berhembusan tak bisa dihindari.
Maka bagi seluruh individu yang akan atau sedang menikmati 'kursi' alangkah bijaknya untuk mereka-reka kontribusinya. Bila merasa tak mampu berkontribusi berhentilah memuja-muji durasi.