Mohon tunggu...
Muna RoidatulHanifah
Muna RoidatulHanifah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar adalah pekerjaan tanpa kata pensiun

Tidak ada manusia lemah, setiap orang kuat dengan cara masing-masing.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan yang Bercerita dengan Ombak

19 Oktober 2021   06:00 Diperbarui: 19 Oktober 2021   06:06 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doc. Pribadi. Pantai Sine Tulungagung.

Cepat-cepat ia usap tetesan bening itu. Ia malu kepada ombak, entah sejak kapan ia terdiam.

"Para perempuan seringkali mengajak orang yang mereka kasihi datang ke tempat-tempat indah yang ingin mereka kunjungi. Namun setelah dikhianati, mereka akan kembali ke tempat itu dengan berderai air mata. Begitulah cara perempuan mencintai, di saat-saat pertama maupun setelah berakhir.

Perempuan seringkali berhadapan dengan kesulitan untuk megutarakan maksud mereka. Untuk mengatakan cinta, cemburu, sakit, bahagia, maupun keinginan untuk menahan orang yang mereka kasihi. Mereka terbiasa bersembunyi".

Bahu perempuan itu bergetar kuat. Namun ombak menyamarkan suara isaknya. Ombak sadar, 1001 kisah menyenangkan yang ia sampaikan tidak akan menyembuhkan hati yang terluka. Move-on sepenuhnya berasal kesepakatan antara manusia dengan diri mereka sendiri.

"Jika perempuan bisa jujur kepada dunia ini, niscaya mereka tidak akan datang kepadaku lagi sambil menumpahkan air mata", timpal ombak.

Kini, perempuan itu tak lagi bisa menahan diri. Suara tangisnya mulai berpadu dengan gemuruh ombak menjelang petang. Kepalanya  pasrah menengadah ke langit petang, membiarkan air mata jatuh seperti rintik hujan yang menjatuhi isi dadanya yang gersang.

"Banyak orang teramat cinta pada pantai, namun memutuskan untuk tidak mengunjungi pantai lagi seumur hidupnya. Padahal pantai tidak pernah berubah, jiwa dan mentalitas mereka terhadap cintalah yang berubah. Takdir menjadi ombak terkadang terasa seperti kutukan".

Ujung ombak membelai kaki perempuan itu dengan lembut. Isak tangis perempuan itu sudah reda. Sayang, matanya menjadi sembap dan wajahnya menjadi merah. Ia tak berkata apa-apa, namun diam adalah satu-satunya kekuatannya saat ini.

"Ombak memang terus bergerak, namun tidak akan pernah meninggalkanmu. Mungkin kau menjumpai banyak orang berjanji demikian, namun tidak ada yang akan menepatinya sebaik diriku. Teruslah kemari, entah untuk tersenyum atau menangis.". Tutur ombak.

"Tetaplah datang kemari, dan berdamailah dengan segala yang ada dan pernah ada di sini. Suatu hari nanti, akan tiba saatnya kau ingin meninggalkanku untuk memulai kisah baru. Kapanpun saat itu tiba, pergilah. Dan jangan datang padaku dengan terluka lagi".

Ujung ombak, sekali lagi, membelai kaki perempuan itu. Ia memang tidak tersenyum, namun rautnya tampak lebih ringan. Langit yang semakin hitam membuat perempuan itu refleks mengangkat tubuhnya. Ia tersenyum tipis pada ombak dan dirinya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun