Mohon tunggu...
Mulyono Atmosiswartoputra
Mulyono Atmosiswartoputra Mohon Tunggu... Lainnya - Pensiunan PNS

Belajar merangkai kata agar pelajaran tak hilang sia-sia.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Nama Bukan Sekedar Penanda

26 Juli 2022   11:22 Diperbarui: 26 Juli 2022   13:12 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Baru-baru ini saya dua kali menerima kiriman file Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan melalui grup WhatsApp. 

Awalnya, ketika saya pertama kali menerima kiriman file tersebut beberapa minggu yang lalu, atau bahkan mungkin satu bulan yang lalu, file tersebut saya abaikan. Saya tidak membaca isinya, kecuali judulnya. Namun ketika file itu datang lagi melalui grup WhatsApp yang lain, saya menjadi penasaran dan ingin membaca isinya.

Setelah saya baca, inti dari Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut, terutama bagi orang tua yang akan mencatatkan nama anaknya atau ingin mengubah nama pada dokumen kependudukan, adalah:

  1. Pencatatan nama pada dokumen kependudukan dilakukan sesuai prinsip norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 2);
  2. Pencatatan nama pada dokumen kependudukan dilakukan dengan memenuhi persyaratan: (a) mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir; (b) jumlah huruf paling banyak 60 (enam puluh) huruf termasuk spasi; dan (c) jumlah kata paling sedikit 2 (dua) kata (Pasal 4 ayat 2);
  3. Dalam hal penduduk melakukan perubahan nama, pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri dan persyaratannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 4 ayat 3);
  4. Dalam hal penduduk melakukan pembetulan nama, pencatatan pembetulan nama termasuk bagian pembetulan dokumen kependudukan berdasarkan dokumen otentik yang menjadi dasar untuk pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 4 ayat 3);
  5.  Tata cara pencatatan nama pada dokumen kependudukan meliputi: (a) menggunakan huruf Latin sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia; (b) nama marga, famili atau yang disebut dengan nama lain dapat dicantumkan pada dokumen kependudukan; dan (c) gelar pendidikan, adat, dan keagamaan dapat dicantumkan pada kartu keluarga dan kartu tanda penduduk elektronik yang penulisannya dapat disingkat (Pasal 5 ayat 1);
  6. Nama marga, famili, atau yang disebut dengan nama lain merupakan satu kesatuan dengan nama (Pasal 5 ayat 2); dan
  7. Tata cara pencatatan nama pada dokumen kependudukan dilarang: (a) disingkat, kecuali tidak diartikan lain; (b) menggunakan angka dan tanda baca; dan (c) mencantumkan gelar pendidikan dan keagamaan pada akta pencatatan sipil (Pasal 5 ayat 3).

Menurut dugaan saya, peraturan ini muncul mungkin karena pejabat pengambil kebijakan melihat fenomena di masyarakat di mana banyak orang tua yang memberikan nama anak terkesan "seenaknya sendiri", hanya demi keunikan tanpa mempertimbangkan dampak yang akan diterima oleh anak yang diberi nama tadi.

Cobalah kita bayangkan, betapa repotnya anak ketika harus menyebut namanya sendiri yang terdiri atas banyak kata. Seperti dilansir oleh https://www.cnnindonesia.com/ dengan judul "Nama-Nama Anak Terpanjang di Dunia", ada delapan anak yang disebut memiliki nama terpanjang di dunia. Mereka adalah:

  1. Xhaxhya Rana Benink Philia Nan Jingga;
  2. Akulah Cinta di Langit Prudence Lovely Princess of Awanamp;
  3. Rangga Madhipa Sutra Jiwa Cordosega Akre Askhala Mughal Ilkhanat Akbar Sahara Pi-Thariq Ziyad Syaifudin Quthuz Khoshala Sura Talenta;
  4. Aiwinur Siti Diah Ayu Mega Ningrum Dwi Pangestuti Lestasi Endang Pamikasih Sri Kumala Sari Dewi Puspita Anggraini;
  5. Jholeasuna Lapuslamarekanaujbck Ugwemubwem Osassla;
  6. Nur Fathaniyah Taiyah Karimah Farwizah Zahabiyah Syahirah Binti Airol Ainzam;
  7. Princess Aura Nurr Emily Amara Auliya Bidadari Nawal El Zendra binti Mohd Sufian; dan
  8. Willow Sullivan Corbett Fitzsimmons Jeffries Hart Burns Johnson Willard Dempsey Tunney Schmeling Sharkey Carnera Baer Braddock Louis Charles Walcott Marciano Patterson Johansson Liston Clay Frazier Foreman Taylor-Brown.

Meskipun memberikan nama kepada anak adalah hak orang tua, tapi orang tua juga harus memperhatikan dampak apa yang akan diterima anak jika namanya terlalu panjang. Walaupun hanya candaan, tapi komentar seorang kawan di media sosial terkait nama anak yang panjang, ada benarnya juga. 

Kata kawan saya di media sosial, "Di saat teman-teman yang lain sudah mengerjakan soal, bahkan mungkin sampai di nomor 5, 'Si Empunya nama' masih sibuk menuliskan nama lengkapnya". Padahal, nama anak tersebut "hanya" terdiri atas enam kata. Lalu bagaimana dengan nama anak yang terdiri atas 28 kata seperti yang disebutkan pada nomor 8 di atas? 

Bisa jadi yang lain sudah selesai mengerjakan soal, dia baru selesai menuliskan nama lengkapnya yang ejaannya agak susah menurut ejaan bahasa Indonesia. Itu baru dari segi menuliskan nama sendiri di lembaran kertas ulangan. Bagaimana dengan menuliskan nama sepanjang itu di Akta Kelahiran, padahal kolom yang tersedia sangat sedikit? Barangkali karena itulah, sehingga dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut, nama anak dibatasi jumlah hurufnya, yakni paling banyak 60 (enam puluh) huruf, termasuk spasi.

Seperti pernah saya katakan dalam tulisan saya berjudul "Hak Anak untuk Mendapatkan Nama" yang pernah saya unggah di konten notes facebook pada tanggal 10 April 2018, saya termasuk salah satu orang yang tidak setuju dengan pernyataan William Shakespeare, seorang pujangga Inggris. Beliau pernah mengatakan, "Apalah arti sebuah nama". 

Sebagai umat Islam, saya meyakini bahwa nama adalah doa. Nama bukan sekedar penanda, tapi ia merupakan doa bagi pemilik nama dan kehidupannya. Jika nama hanya sekedar penanda, maka tidak akan pernah ada orang yang merasa minder memiliki nama yang dianggap kurang keren. 

Saya melihat dengan mata kepala sendiri, beberapa kawan saya, terutama yang perempuan, dia tidak percaya diri ketika menyebut namanya secara lengkap. Mengapa demikian, karena namanya berakhir  dengan suara mingkem 'bibir terkatup' seperti Ngatiyem, Saritem, Saliyem, Rubikem dan sebagainya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun