Mohon tunggu...
Mulyono Atmosiswartoputra
Mulyono Atmosiswartoputra Mohon Tunggu... Lainnya - Pensiunan PNS

Belajar merangkai kata agar pelajaran tak hilang sia-sia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kekuatan Pena

17 Juli 2022   07:31 Diperbarui: 17 Juli 2022   08:10 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seorang sastrawan Inggris bernama Bulwer Lytton pernah mengatakan bahwa pena lebih tajam daripada pedang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pena diartikan sebagai alat untuk menulis dengan tinta, dibuat dari baja dan sebagainya yang runcing dan belah. Mengapa pena dikatakan lebih tajam daripada pedang?

Pena merupakan alat untuk menyampaikan gagasan. Di masa sekarang, pena sudah mulai tergeser oleh komputer, laptop, atau bahkan handphone. Ketika seseorang menulis sesuatu untuk disampaikan kepada orang lain atau untuk dipublikasikan, gagasan tadi ada yang mampu memengaruhi ribuan atau bahkan jutaan orang. Begitu berpengaruhnya gagasan yang dituangkan tadi, sampai ada yang mampu membuat seseorang ketakutan dan kemudian membunuhnya. 

Seperti dikatakan oleh Eko Prasetyo dalam bukunya berjudul Kekuatan Pena (Kiat, Motivasi, dan Alasan Harus Menulis), Anak Agung Gde Prabangsa, seorang wartawan senior Radar Bali yang meninggal pada 11 Februari 2009 dan jasadnya ditemukan di laut, berdasarkan penyelidikan dan penyidikan polisi, ia mati karena dibunuh. 

Lewat penyidikan intensif dan keterangan banyak saksi, terungkap bahwa kematiannya dipicu oleh tulisannya yang menyentil salah satu kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat. Merasa posisinya dalam bahaya, si pejabat tersebut merencanakan pembunuhan terhadap Prabangsa. Akhirnya para tersangkanya menuai hukuman. Itulah kekuatan pena. Tak mengherankan jika Bulwer Lytton menganggap pena lebih tajam daripada pedang. 

Anda mungkin pernah mendengar atau bahkan tak asing dengan nama S.K. Trimurti atau yang biasa dipanggil Ibu Tri. Beliau adalah pejuang, Menteri Perburuhan Republik Indonesia, dan wartawan tiga zaman. 

Seperti pernah saya tulis dalam buku saya yang berjudul Perempuan-Perempuan Pengukir Sejarah, Ibu Tri pernah beberapa kali dipenjarakan oleh Belanda, di antaranya karena koran yang menjadi tanggung jawabnya memuat tulisan yang bernada provokatif, baik itu tulisan Ibu Tri sendiri maupun tulisan wartawan lain yang menyerukan kepada rakyat Indonesia agar tidak membela Belanda maupun Jepang jika Jepang menguasai Indonesia. 

Dari kisah tersebut, nyata bagi kita bahwa goresan pena bisa membuat Belanda takut, sehingga orang yang dianggap sebagai provokator dihukumnya dengan tujuan agar orang tersebut jera dan tidak menulis hal serupa lagi.

Sebagaimana dikatakan oleh St. Kartono yang berprofesi sebagai guru, ia pernah beberapa kali didatangi oleh pihak yang berwenang karena merasa tersinggung akibat tulisannya. Salah satu contohnya adalah tulisan St. Kartono yang berjudul "Menunggu Tunjangan Profesi Guru" yang dimuat di Kompas, 15 Desember 2008. 

Dalam tulisan tersebut St. Kartono mengatakan bahwa dana tunjangan profesi pendidik yang disediakan pemerintah sebesar Rp 2,8 triliun, ternyata baru Rp 600 miliar yang disalurkan kepada guru yang sudah dinyatakan lulus uji sertifikasi. 

Alasannya, menurut dinas pendidikan di daerah, biang kemacetan adalah belum diterbitkannya surat keputusan dari Depdiknas pusat, berkas sertifikasi yang disetor ke pusat ternyata hilang, atau proses penyesuaian gaji untuk guru swasta membutuhkan waktu yang lama. 

Sementara pihak Depdiknas pusat beralasan bahwa para guru belum menyerahkan syarat surat keterangan kepala sekolah tentang tugas mengajar 24 jam per minggu, nomor rekening bank, dan SK kenaikan gaji pokok terakhir. Sekjen Depdiknas pun terkesan naf ketika menyebut rekening bank para guru sudah tidak aktif sebagai penyebab kemacetan pencairan tunjangan profesi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun