Mohon tunggu...
Gigih Mulyono
Gigih Mulyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Musik

Wiraswasta. Intgr, mulygigih5635

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Orang Pelabuhan Sekolah di Belanda # 5

17 Maret 2023   09:35 Diperbarui: 17 Maret 2023   09:48 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Letak stasiun utama kereta api selalu berada di jantung Centrum. Stasiun yang dibangun megah dan artistik.

Inilah yang perlu ditiru. Kalau kita keluar dari stasiun, akan bertemu dengan pangkalan dan terminal moda transportasi umum lanjutan. Yakni Trem atau Bus. Selalu seperti itu di setiap kota, integrated transportasi yang seolah menjadi jiwa perencanaan kota. Kemudahan, kenyamanan dan kecepatan terwujud dan nyata dirasakan. Efektif dan Efisien menghubungkan tempat asal sampai ke tujuan. Masyarakat sangat terbantu dan puas dengan sistem transportasi publik ini.

Lalu yang tak kalah krusial adalah manajemen halte. Telah menjadi hal yang sederhana, teraplikasi nyata dan lancar bagi pemerintah Belanda. Namun manajemen halte ini masih merupakan hal yang rumit dan menyebalkan bagi negeri kita. Barangkali 50 tahun, tata kelola dan pengaturan halte angkutan umum masih menjadi hal yang merepotkan. Kemacetan yang disebabkan angkutan umum berhenti dan ngetem di sembarang tempat masih terjadi dan menghambat kelancaran perjalanan. Kenyataan yang ironis, sering juga dilematis bagi para pejabat pemangku kebijakan publik.

Untuk urusan integrated transport ini memang kita masih jauh ketinggalan dibanding Belanda. Bagi institusi terkait mesti introspeksi, banyak evaluasi dan kemudian menetapkan strategi yang tepat serta eksekusi jitu untuk kemaslahatan publik. Ketegasan sangat diperlukan.

Itulah salah satu PR besar yang menantang. Dan mestinya segera diselesaikan.

Kembali ke acara telponan jarak jauh. Pada suatu sabtu pagi seolah janjian,10 pembelajar perantau telah berjejer di depan kotak telepon umum di Centrum.

Sabtu pagi memang waktu yang ramai untuk bertelepon. Sehingga kita harus mengantri di depan kotak telepon. Kami masing - masing telah membeli kartu telepon. Ada yang bernilai 15 gulden untuk 1 menit, 25 gulden durasi 3 menit dan juga 50 gulden, bisa 7 menit.

Salah satu teman memegang kartu 25 gulden. Giliran masuk kotak telepon transparan itu. Kami mengantri, menunggu giliran  di depan pintunya yang terbuka sedikit.

Begitu ceklek kartu masuk, teman itu mengucap halo. Lalu diam bengong. Tiba - tiba, masih mengangkat telepon teman itu menangis sesenggukan lama, tak henti - henti. Air mata berlinang dan ndlewer di pipi. Itulah tangisan senilai 25 gulden atau sekitar 20 USD. Hampir 3 menit menangis dan hanya mendengarkan entah berita sedih apa. Begitu giliran teman itu mau bicara, waktu 3 menit telah berlalu. Kartu telepon 25 gulden tak lagi berfungsi.

Masih dengan air mata di pipi, teman itu keluar kotak ingin meminjam kartu. Tentu kami keberatan, karena juga sudah kebelet untuk bertelepon memenuhi jadwal ketat yang sudah ditetapkan dengan nyonya. Yang pasti sudah menunggu di rumah tetangga.

Begitulah, setiap bertelepon menjadi momen suka duka melo drama. Ada yang menjadi sangat sedih setelah bertelepon, ada pula yang tiba - tiba gembira dan bersemangat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun