Mohon tunggu...
Gigih Mulyono
Gigih Mulyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Musik

Wiraswasta. Intgr, mulygigih5635

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kolonial Heritage Journey 4

5 April 2021   12:09 Diperbarui: 6 April 2021   22:04 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.



Museum Sejarah Jakarta. Dokpri
Museum Sejarah Jakarta. Dokpri
dokpri
dokpri
Museum Sejarah Jakarta

Siang mulai terik, mobil melaju ke utara meninggalkan museum nasional dibawah naungan payung pepohonan rimbun pinggiran taman monas. Menuju museum Fatahillah atau sekarang bernama museum sejarah Jakarta di kota tua.

Gedung megah berpelataran alun alun gaya neo klasik itu mulai dibangun tahun 1707 selesai tahun 1712. Diperuntukkan sebagai Stadhuis atau balaikota ke 3 yang ada di Batavia. Stadhuis pertama dibangun di kawasan Kali Besar, hancur saat terjadi penyerbuan pasukan Mataram pemerintahan Sultan Agung pada tahun 1600 an. Stadhuis kedua tak jauh dari gedung ketiga. Gedung balaikota kedua merosot miring, karena permukaan tanahnya turun terembes air.

Stadhuis ke 3 lestari hingga kini. Telah diubah fungsinya menjadi museum Fatahillah sejak tahun 1974. Sebagai penghormatan kepada pangeran Fatahillah pendiri kota Jayakarta. Kini namanya berubah menjadi Museum sejarah Jakarta. Gedung ini adalah salah satu ikon kota tua paling menonjol, kawasan yang banyak berdiri kolonial building heritage di Jakarta.

Hari ini museum sudah dibuka untuk umum, tetapi alun alun belum diperbolehkan untuk aktivitas. Jadi sepeda ontel tua perangkat paling ikonik berhias warna warni yang biasa disewakan dan berseliweran disini belum kelihatan. Menunggu pandemi korona benar benar reda.

Melihat gedung stadhuis ini dan struktur lingkungannya seolah merupakan replika istana ratu Netherland yang ada di dam square kota Amsterdam Belanda. Struktur bangunannya, menara, halaman, juga bangunan bangunan di sekitarnya. Konon jaman dulu kala, ramai pula trem trem berseliweran di kawasan museum Fatahillah sebagaimana aktivitas trem untuk angkutan umum di dam square Amsterdam sampai saat ini.

Masuk museum dari pintu samping, langsung bertemu ruangan pangeran Diponegoro. Ruang dimana pemimpin perang gerilya Yogya dan sekitarnya itu dikurung selama 28 hari sebelum diasingkan ke Manado. Dan terakhir dipindahkan ke Makassar sampai beliau wafat tahun 1855 sebagai tawanan di penjara benteng Rotterdam di pantai Losari.


dokpri
dokpri
dokpri
dokpri

Ruang Diponegoro. Dokpri
Ruang Diponegoro. Dokpri
Diponegoro yang berarti lampu negara adalah pemimpin gerilya melawan Belanda. Perang gerilya yang cukup lama dan merepotkan bagi pemerintahan kolonial. Pada tahun 1830 warsa ke lima peperangan, Diponegoro terbujuk Belanda untuk membicarakan kesepakatan perdamaian di kota Magelang. Kita semua tahu akhirnya. Diponegoro ditangkap saat berlangsungnya kesepakatan jebakan itu.

Raden Saleh pelukis besar Nusantara kelahiran Semarang yang kala itu tinggal di Belanda mengabadikan penangkapan Diponegoro itu dalam master piece lukisannya.

Lukisan itu konon dibuat sekitar tahun 1835, berjudul Penangkapan Pangeran Diponegoro. Sebagai tanggapan atau versi lain dari lukisan atas peristiwa yang sama yang dibuat pelukis Belanda, berjudul Penyerahan Diri Pangeran Diponegoro. Dua lukisan dari kisah yang sama dengan judul, spirit dan pengungkapan bertolak belakang. Penyerahan diri dan Penangkapan tentu mengungkap semangat cerita berbeda.

Di ruangan Diponegoro terdapat amben atau ranjang peninggalan tempat beliau tidur selama 28 hari. Juga lukisan sang pangeran yang tinggi besar berkumis tipis, bersurjan, blankon dan berjarik. Ruangan di lantai dua yang hening berlantai kayu, berjendela gaya kolonial menghadap pelataran mencekam. Mencoba meresapi suasana hati sang tawanan pemberontak yang akan segera diasingkan di Sulawesi, pulau nan jauh. Yang nampak hanya warna pekat, tak mampu menghayatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun