Hembusan Angin Cemara Tujuh 64
Orang yang tidak memiliki keinginan dan harapan itu ibarat mayat hidup yang gentayangan. Melangkah tanpa arah. Namun sebaliknya orang yang dipenuhi ambisi tak berbatas, hanya bertumpu pada Egonya akan menjadi makhluk asing di tengah lingkungannya.
Nasihat lama tetap berlaku, gantungkan cita citamu setinggi langit. Namun ingatlah engkau masih berdiri di Bumi.
Di tengah kelegaannya, Sutopo teringat saat saat kritis yang dialaminya ketika dirinya ditetapkan tidak lolos menjadi salah satu Direktur. Dirinya seperti mayat hidup dan sekaligus menjadi makhluk asing yang bergentayangan.
Meskipun malam itu, ketika Deni bertandang ke rumahnya, dirinya telah berjanji akan sungguh sungguh membantu Deni dan Wikarya yang terpilih menjadi Direktur. Namun kenyataannya, hari harinya adalah saat ketika Sutopo tetap rajin memelihara kegelisahan dan ketidak puasannya.
Berangkat kantor, tidak seperti sebelumnya. Hanya sekedar ritual pemenuhan kehadiran fisik. Semangat dan keinginan untuk memberikan kontribusi terbaik dari dirinya seolah menguap begitu saja.
Sampai suatu siang. Ada nomor tak dikenal masuk selulernya. Ah, paling penawaran member hotel, asuransi atau hal tidak penting lainnya. Tidak perlu diangkat, buang buang waktu saja.
Tapi entah kenapa, apa yang mendorongnya. Tanda hijau
di hand set nya tetap dipencet. Diseberang sana, terdengar suara masa lalu yang pernah diakrabinya.
" Hai Po apa kabar? masih ingat aku? Sutopo diam sejenak mengingat ingat.
"Pasti lah bro, Heru si pendaki kan"