Sore itu, Sutopo sudah menyusuri selasar lantai satu Gedung Pusat. Dia berjalan santai, masih banyak waktu, sampai tiba giliran nya, peserta kedua ujian pendadaran kali ini.
Melangkah pelan, menoleh ke kiri memandangi tujuh cemara yang tegak berjajar anggun. Membisu, pucuknya bergoyang berayun gemulai, Â ke kiri ke kanan dihembusi angin sore lembut, bak belaian lembut seorang Ibu kepada bayinya di ayunan.
Sawuran putih sepanjang selasar itu kembali ada. Bauan sayup kemenyan juga mengambang. Namun Sutopo tidak merasakan suasana magis lagi, sudah terbiasa. Nalarnya lebih kuat, baginya hal hal mistik di ujian pendadaran itu hanyalah guyonan dan pelarian putus asa dari orang orang yang kurang percaya diri dan kurang persiapan.
Sutopo meneruskan langkah mantap. Dia merasa persiapannya telah matang dan komprehensif untuk menghadapi pendadaran sore ini, siapapun dosen yang akan mengujinya.
Menunggu di lantai tiga di depan ruangan, bersandar di pagar selasar, memunggungi jajaran Cemara Tujuh, perasaan Sutopo tenang, sumarah, ikhlas, tidak ada rasa Was Was, seperti ujian ujian sebelumnya.
Inilah barangkali yang disebut positive thinking. Seandainya sore ini kembali tidak lulus, Sutopo akan menerimanya dengan senyum. Karena masih diberi kesempatan, untuk kembali mempelajari dan mendalami ilmu manajemen korporasi, yang jangkauannya memang sangat luas, bahkan mungkin tak terbatas. Kalau sore ini dia dinyatakan lulus, Sutopo juga telah merasa pantas, layak dari sisi keilmuan yang memang sudah digelutinya sangat serius, khususnya dimasa masa persiapan ujian pendadaran ini.
Kalaulah lulus, kelulusannya bukan sekedarnya, bukan keberuntungan, bukan karbitan, bukan hadiah atau belas kasihan.
Sutopo tenang menunggu giliran.
Peserta ujian pertama muncul dari ruangan dengan keringat di pelipisnya. Wajahnya pias, dan bergegas melangkah ke barat. Ketahuan, tidak usah bertanya sudah bisa menduga, kalau mas itu tidak lulus. Kini giliran Sutopo diuji.
Sutopo dipanggil. Membuka pintu pelan, Sutopo beruluk salam takjim dan duduk tenang di sofa single yang berada di ujung.
Kembali terbukti, yang namanya persiapan itu memang akan menentukan segalanya. Salah satu dosen penguji, adalah dosen senior yang terkenal sulit dan killer. Dosen ini selalu menikmati pembantaiannya, Â dan akan terbahak melihat lumuran darah sang korban. Banyak mahasiswa telah terkapar karena ke killerannya. Sutopo tenang , bersiap menerima berondongan peluru dari segala arah.