Mohon tunggu...
Gigih Mulyono
Gigih Mulyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Musik

Wiraswasta. Intgr, mulygigih5635

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hembusan Angin Cemara Tujuh 38

16 Juli 2018   20:59 Diperbarui: 16 Juli 2018   21:01 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

*Hembusan Angin Cemara Tujuh 38*

Sebelum Sutopo bicara lebih lanjut, ada yang memanggilnya dari dalam Balai. Sutopo bergegas masuk ruangan, ketika menyempatkan diri menoleh, mahasiswa kurus itu telah menghilang, membaur di kerumunan. Siluet tingginya masih terlihat diantara rambut rambut gondrong yang lain.

Lampu utama ruangan utama balai telah dipadamkan. Yang masih nyala, hanya lampu lampu kecil di pojok pojok ruangan. Tubuh puluhan mahasiswa itu bergelimpangan, mencoba istirahat dengan posisi dan arah tidak beraturan.

Tubuh tubuh membujur bersarung, ber sleeping bag dan hanya berjaket itu susah payah mencoba tidur. Di kegelapan ada ada saja , yang iseng pura pura ngorok mendengkur kenceng, membuat bunyi an yang dibuat buat, bahkan ada yang bersiul. Udara dingin kaki gunung itu, belum juga mampu melelapkan mereka.

Tiba tiba di kegelapan itu terdengar suara jreeng..... jreeng...... dan sekali lagi .....jreeng.

Lampu utama dinyalakan, mata mata tetpicing. Di ujung mepet tembok, koordinator pendaki berdiri, dan disampingnya Bondan,  anak Teknik Sipil itu duduk memangku gitar. Tangan kanannya bergerak, dan kembali terdengar ....Jreeng .... lebih keras.

" he konco konco bangun dulu, katanya mau tidur. Kalau mau tidur ya bangun dulu " koordinator itu berteriak, bercanda.

Ngomel ngomel, ngedumel para pendaki itu bangun, duduk di tempat, setengah sadar.

" nih Bondan mau nyanyi sebentar, pengantar tidur biar nggak klisikan kelamaan. Jam berapa nih? Jam sembilan, sudah setengah jam saja, nanti selesai nyanyi nyanyi langsung tidur. Jam dua pas kita harus berangkat" koordinator itu ikut duduk.

Di malam yang dingin, di kaki Gunung Lawu, gitar bolong Bondan meng intro. Dentingnya lirih bening melayang, syahdu.

Aha Rolling Stone, As Tears go by,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun