Sutopo ingat debat panas di Univercity Club Boulevard Kampus. Diskusi dengan tema modal asing itu beralih menjadi debat panas dengan gebrak gebrak meja.
Bagi Sutopo, diskusi di Kampus selain menumbuhkan wawasan baru tentang suatu topik tertentu, juga menjadi ajang membentuk serta mengembangkan
kepribadian  dan karakter.
Diskusi kampus adalah arena yang bergelora, gegap gempita juga terkadang menggelikan.
Sutopo kagum kepada salah satu peserta debat mahasiswa Sospol, benar benar macan debat yang cerdas dan tangguh. Pasti masa depannya cemerlang, batin Sutopo. But who knows, karena banyak juga bekas aktivis dan macan debat Kampus yang masa depannya tidak jelas, kabur kanginan tak tentu arah.
Sutopo sadar dari lamunannya, ketika ada yang meneriaki namanya. Dari ujung lorong, Sumitro meluncur dengan hem putih lengan panjang yang bersetelika rapi, rambut mengkilap bermandi pomade. Ikon cengengesan megah bertengger di bibirnya yang terbuka miring.
" esuk esuk nglamun ya Po, ayo langsung makan saja di SGPC " Mitro narik tangan Topo tanpa menunggu jawaban.
Masih jam 11 lebih sedikit, SGPC masih belum begitu ramai. Mitro memilih meja di sudut, yang biasanya memang disediakan untuk Dosen.
Selesai pesan 2 porsi SGPC dan sari tomat, dari mulut menceng Mitro mitraliur cerita masa lalu berhamburan tanpa jeda , tanpa bisa di stop. Alhamdulillah, terima kasih Tuhan punya sahabat pembual yang baik hati dan gampang ditebak ini, batin Sutopo. Dan masa lalu seolah menjadi es campur segala macam rasa yang enak di klamut klamuti dan dikenang kenangi berkali kali, melalui pertemuan dua sahabat itu.
Mitro pun juga memberi advis tentang berbagai hal untuk hidup kembali ke Yogya. Nasihat yang tidak tepat, karena Topo jauh lebih tahu darinya dari pengalaman masa kosnya dulu, bagaimana hidup di Yogya ini.
Sutopo masih takjub mengamati warung SGPC yang semakin ramai dan meriah. Mahasiswa dari segala suku ada disini, seolah Indonesia bersatu disini, di SGPC, damai ceria dan meriah.