Mohon tunggu...
mulyanto
mulyanto Mohon Tunggu... Administrasi - belajar sepanjang hayat

Saya anak petani dan saya bangga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merdeka itu Pilihan, Kawan!

19 Agustus 2016   10:50 Diperbarui: 19 Agustus 2016   11:07 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: metrotvnews.com

Di usia ke-71 tahun Republik Indonesia dan di usia ke-1 tahun putra pertama kami: Mulia Dirgahayu Mahardika (lahir di Kota Pahlawan Surabaya pada 17 Agustus 2015), saya tergelitik untuk menulis hal penting tentang pilihan hidup yang merdeka. Semoga tulisan ini dapat berguna dan menggugah saya pribadi sebagai ayah muda dan menginspirasi pembaca sekalian.

Hidup yang bahagia yang merdeka sejatinya adalah angan bahkan tujuan hidup semua orang. Meskipun untuk mencapainya orang kadangkala menempuh (memilih) jalan yang salah sehingga banyak yang bukan bahagia yang didapat melainkan terjerembab ke dalam nista perderitaan dan lumpur keburukan.

Memandang itu, berarti hidup ini memang dihadapkan dengan pilihan. Yaitu pilihan menjadi baik atau sebaliknya. Tuhan pun memberi keleluasaan untuk memilih. Mau menjadi baik silahkan, mau menjadi mursal (berkelakuan tidak baik) monggo! Dan sebenarnya kalau pilihan hidup menjadi baik, sudah jelas-jelas Allah Tuhan Yang Maha Esa senantiasa akan menyertai. Sedangkan bila menjadi buruk, sesungguhnya Allah SWT juga sudah menegurnya bahkan selalu merintangi banyak peringatan.

Lihatlah bagaimana ketika seseorag akan atau tengah ada di posisi mursal. Pikirannya berkecamuk, batinnya gelisah dan tidak tenteram, apalagi damai, sangat jauh. Si mursal ini –yang meskipun melakukan kemungkaran sekecil apapun– pasti hatinya diitari perasaan bersalah dan hidupnya tidak aman, karena sungguh dosa itu telah menyelimutinya. Contoh, pencuri, penculas, koruptor, pelajar nyontek, berdagang barang oplosan kadaluarsa, dan semacamnya.

Pelaku kemungkaran (buruk) itu jelas tidak akan mencicipi rasa aman, tenteram, apalagi damai. Justru sebaliknya, batinnya bergejolak dan selalu mencekam ketakutan. Bahkan dalam diampun sebenarnya ia berteriak kesakitan. Memang orang mursal ini tidak merdeka, bibirnya tersenyum tapi hatinya meraung-raung menangis. Bergelimang hartapun bagi si mursal ini hidupnya akan tetap was-was dan semakin jauh dari pintu kedamaian.

Sementara orang yang memilih hidup merdeka, dia yang selalu berada dan terus istiqomah (tetap pendirian) dalam kebaikan, berusaha bertutur dan bertindak yang makruf (baik), maka ia senantiasa diselimuti rasa aman, tenteram, dan damai. Perilaku dan ucapannya memantulkan kebaikan. Orang baik perkataannya selalu mengandung ilmu, perbuatannya mendamaikan, dan sekujur tubuhnya mengesankan. Tiadanya dirindukan, adanya mencerahkan. Orang yang baik ini hidupnya menjadi berkah, karena setiap kebaikan yang dilakukan ada semesta yang mendukung.

Bagi orang ini tidak akan masalah hidup miskin asal Allah SWT selalu di hati. Daripada hidup bergelimang harta tetapi hidup mencekam dan berselimut kemunafikan. Naudzubillah. Mari sejenak merenungi, sudah memilih yang manakah kita ini? Masih munafikah atau memilih berada di jalan kebenaran? Hidup sekali-kalinya ini mohon pertimbangkan untuk memilih jalan hidup, kawan! Karena mati adalah sudah pasti, tetapi menjadi berguna dan bermarwah adalah pilihan. Semoga menjadi refleksi diri dan renungan di setiap waktu kita. Semoga hidup kita sudah merdeka. Aamiin.

Mulyanto

Surabaya, Jum'at malam, 12 Agustus 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun