Mohon tunggu...
Mulyadi Lukman
Mulyadi Lukman Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Biar sedikit tapi tidak bertulang, biar banyak tapi tidak menyakiti orang

Advokat pada kantor hukum Law Office ZULHENDRI HASAN PARTNERS

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Might is Right?

25 Juli 2020   15:07 Diperbarui: 25 Juli 2020   15:59 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : https://www.google.com/search?q=logo%20keadilan&tbm=isch&safe=strict&safe=strict&tbs=rimg%3ACdJZFRT3kTFUYb4hXLnaaGRm&c

Berbicara masalah konsep keadilan, memang sesuatu yang sulit untuk diidentifikasi secara berimbang dengan formalistik hukum yang ada. Karena keadilan itu sendiri adalah sesuatu yang abstrak, namun mempunyai makna subyektifitas individual. Adil menurut seseorang yang menang dalam suatu sengketa hukum, belum tentu adil bagi yang dikalahkan. 

Di samping itu ada stigma negatif yang berkembang dalam budaya penegakan hukum, di mana kemenangan atau bebasnya pelaku kejahatan tidak lagi identik dengan kebenaran hukum, melainkan merepresentasikan adanya sebuah kekuatan, baik kekuatan uang maupun kekuasaan atau dengan kata lain, sangat ditentukan oleh pihak yang mempengaruhi proses hukum dimaksud; sebaliknya kekalahan atau di hukumnya seseorang tidak lagi mutlak sebagai bentuk kesalahan atau kelemahan dasar hukum, akan tetapi identik dengan ketidak berdayaan kelompok papa, wong cilik dan masyarakat marjinal. Sehingga stigma negatif tersebut menyelimuti pandangan awam, bahwa hukum tidak lagi berpihak kepada kaum lemah. 

Walaupun secara jujur harus diakui adanya fenomena negative tersebut, namun secara yuridis pada hakikatnya hukum dan kebenaran itu tidak berpihak.

Jika ditelaah secara mendalam maka titik singgung permasalahan, sebenarnya terletak pada tidak berjalan secara seimbang antara konsep adil yang ideal dalam penegakan hukum dengan konsep adil dalam kecenderungan budaya penegakkan hukum. 

Dalam konsep yang ideal, hukum dan keadilan dapat digambarkan ibarat dua sisi mata uang. Ketika seorang merasakan keadilan maka kebenaran berada di posisi yang memperkuat, sebaliknya ketika seseorang yang merasakan benar, maka keadilan berada dalam posisi yang memperkuat pula. 

Begitu juga ketika seseorang telah menempatkan keadilan dan kebenaran itu secara bersamaan, maka dengan sendirinya seseorang tersebut telah meletakan sesuatu pada tempatnya. 

Sehingga dengan demikian siapapun manusia dan apapun profesinya, ketika ia telah melaksanakan tugas profesinya secara bersamaan antara adil dan kebenaran, maka mutatis-mutandis seseorang tersebut telah bertindak profesional dan proporsional, yang akhirnya obyektifitas penegakan hukum itu berjalan sesui dengan ketentuan hukum yang berlaku dan tidak bertentang dengan norma yang hidup dalam masyarakat.

Inilah gambaran konsep ideal keadilan dalam penegakan hukum, namun kenyataannya jauh panggang dari api. Karena keadilan yang berkembang dalam konsep budaya penegakan hukum dewasa ini, tidak demikian halnya. 

Keadilan telah diilustrasikan sebagai suatu barang mewah yang langka, sehingga keadilan menjadi monopoli milik kelompok yang memiliki uang dan kekuasaan atau dengan kata lain keadilan menjadi hak istimewa kelompok yang berkuasa. 

Jadinya keadilan itu bersifat subyektif negatife, karena berjalan secara sepihak tanpa diperkuat oleh kebenaran sebagai penyeimbang, yang pada akhirnya keadilan hanya dapat dimiliki oleh yang punya uang dan kekuasaan, sebaliknya menjadi barang mewah yang langka untuk dapat dimiliki bagi masyarakat lemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun