Meski belum menggapai trofi juara, capaian sejauh ini dapat menjadi bantahan dari komentar terkenal Alan Hansen bahwa tim yang berisi anak-anak muda tak kan bisa berprestasi.Â
Berkaca pada tim-tim dengan pemilik yang kaya raya, RB Leipzig seakan menjadi antitesis sebuah klub tajir.
Sangat sedikit sekali tim yang punya keuangan memadai, berdedikasi untuk menjadikan pemain muda sebagai andalan. Bila punya uang, kenapa tak beli saja pemain bintang?
Pemain termahal yang pernah dibeli adalah Naby Keita (27 Juta euro).Sisanya adalah pemain muda yang didatangkan dari klub afiliasinya sendiri, atau tim-tim kecil dan tim terdegradasi.
**
Leipzig menggambarkan betapa sebuah klub dapat dijalankan dengan filosofi yang tepat, manajerial yang sesuai dan strategi yang bertopang pada filosofi tersebut. Semua dapat berjalan dengan baik bila menempatkan orang yang tepat, pada tempat yang tepat, dan setiap pada filosofi.
Bukanlah sebuah keharusan bila tim kaya membeli pemain bintang setiap musimnya.
Sistem pencarian bakat, memaksimalkan tim afiliasi dan konsistensi pada filosofi pemain muda adalah sederet konsep yang mungkin menjadikan pola manajemen dari RB Leipzig ini patut untuk ditiru.Â
Bandingkan dengan PSG yang baru menginjak ke semifinal Liga Champion setelah menggelontorkan ratusan juta euro sejak dibeli Qatar Sport Investment.
City? Semua sudah tahu bahwak sejak berpindah tangan ke Syekh Mansour, Manchester Biru konsisten mendatangkan pemain-pemain mahal untuk mengejar prestasi di panggung tertinggi sepakbola Eropa, Liga Champion.