Mohon tunggu...
Muksal Mina
Muksal Mina Mohon Tunggu... Lainnya - Candu Bola, Hasrat Pendidik

Be a teacher? Be awakener

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak adalah Investasi, Siapa Investornya?

11 Juli 2020   22:10 Diperbarui: 11 Juli 2020   22:48 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi anak dan orangtua (sumber : pixabay.com)

Keanehan-keanehan soal harapan orangtua ini seringkali terjadi. Yang punya impian orangtua, yang diberikan beban justru sekolah. Mau anak nilai bagus. Memangnya kita sudah berbuat lebih dari menyuruh-nyuruh dan mengancam-ancam belajar?

"Saya kerja untuk anak-anak. Untuk keluarga. Cari uang cuma untuk mereka"

Seakan-akan anak adalah beban ekonomi. Padahal, sudah banyak contoh tentang keluarga kaya raya namun anak entah dimana. Tahu-tahu sudah ditangkap polisi. Atau keluarga yang orangtuanya dikenal soleh, taat, namun punya anak yang bertabiat macam setan. Aduh...

Modal uang tidaklah cukup. Bukan itu yang dibutuhkan anak. Yang diperlukannya adalah orangtua yang pantas. Investor dan pengelola yang cakap.

Memantaskan diri dapat dilakukan dengan hal-hal sederhana. Memahami anak sebagai manusia, mempelajari bahwa sebagai manusia anak memiliki banyak potensi yang menjadi fitrahnya. Memahami pula bahwa orangtua punya andil besar dalam menentukan potensi si anak berkembang atau tidak.

Mengenali Anak

Seturut dengan berbagai macam tingkahnya, potensi yang dimilik anak pun beraneka pula. Tak ada anak yang dilahirkan tanpa membawa apa-apa (maaf, John Locke!). Dalam dirinya bersemayam berbagai fitrah yang siap untuk disemai bersama orangtua.

Memahami bahwa anak itu punya keunikan masing-masing, akan membentuk mindset orangtua, bahwa setiap anak tak sama. Semua punya ciri khas. Jadi tak perlulah ia dibanding-bandingkan. Lalu, yang muncul kemudian adalah penghargaan.

Kita seringkali berupaya keras untuk menghargai tamu, menyenangkan teman, atasan, dan orang luar lainnya. Tapi acap tak adil pada anak sendiri. Seberapa keras usaha kita untuk menghargainya? Menyenangkannya? Jujurlah, semakin sering kita membanding-bandingkan anak dengan anak tetangga, sebanyak itulah frekuensi harga dirinya dijatuhkan. Hancur!

Padahal, kegagalan mengenali kelebihan anak bisa jadi juga bermakna kegagalan kita menjadi orangtua. Bukankah laiknya orangtua menjadi orang yang paling dekat? Paling mengenal, paling support.

Tapi, kadang kita lebih tahu jenis rumput tetangga beserta pupuk-pupuk yang diperlukan, serta kerentanan-kerentanannya, dibanding bunga indah di perkarangan sendiri.

Lah, sudah begitu, minta didoakan pula!

Mempersiapkan Supportive Environment

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun