Mohon tunggu...
Muksal Mina
Muksal Mina Mohon Tunggu... Lainnya - Candu Bola, Hasrat Pendidik

Be a teacher? Be awakener

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pulang ke Masjid

4 Oktober 2019   11:09 Diperbarui: 4 Oktober 2019   11:55 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : rejanglebong.blogspot.com

Pagi ini saya iseng menjelajahi beranda facebook. Satu postingan teman (lebih tepatnya kakak senior, hehe) menarik perhatian. Hanya sebuah foto masjid bernama Masjid Al Jihad, yang diiringi caption tentang kerinduan pada tempat tersebut. Ia sebutkan bawah di masjid ia menemukan saudara dan teman serta memori indah kebersamaan.

Sensasi nostalgia sontak menerpa saya. Di tempat yang sama, saya juga dulu merasakan hal yang sama. Semasa sekolah, masjid adalah tempat kami berkumpul, bermain dan belajar. 

Sore hari menjadi tempat belajar mengaji, malam jadi ajang berkumpul & bertemu teman-teman. Tak jarang dilanjutkan dengan menginap disana. Biasanya sih disertai dengan tugas menjaga sandal jamaah saat shalat dan menghidangkan air minum jamaah saat subuh.

Saat ramadhan lebih seru lagi. Biasanya ada kegiatan ramadhan khusus untuk anak-anak. Mulai dari tarawih berjamaah, lomba ramadhan hingga safari ramadhan. 

Ada juga tabungan ramadhan yang nanti bisa diambil di akhir bulan puasa. Lumayan jadi modal beli mainan di hari lebaran., hehehe. Jadi peserta atau panitia? Alhamdulillah keduanya pernah dirasakan.

Setiap hari masjid kami selalu dihiasi jamaah lintas generasi. Mulai dari anak-anak, remaja hingga para bapak-bapak & ibu-ibu yang sudah sepuh. Setelah dipikir-pikir, regenerasi di masjid berjalan mulus sekali. Hampir semua senior, yang biasa kami panggil abang-abang & uni-uni, menjalani alur yang sama. 

Dimulai dari jadi anak masjid, hingga kemudian mengurus organisasi Muhammadiyah yang menaungi masjid Al Jihad. Tak jarang ada yang menikah setelah sering bertemu di masjid, lalu kemudian anak-anaknya pun menjadi aktivis masjid.

Makmurnya sebuah masjid bergantung pada fungsi apa yang dijalankannya untuk masyarakat. Mantan Imam Besar Masjid Istiqlal KH. Ali Mustafa Yaqub pernah menulis bahwa fungsi masjid pada masa Rasulullah bukan hanya sebagai tempat ibadah, namun juga sebagai tempat belajar, musyawarah, merawat orang sakit dan asrama. Dengan demikian, masjid menjadi pusat budaya dan ilmu pengetahuan.

Bila membuka website Masjid Salman ITB, kita akan disambut dengan tagline : Masjid Salman ITB;Oase Masyarakat Kota. Oase tentu bermakna sebagai tempat yang memberi ketenangan, kesejukan dan kedamaian.

Untuk menjadi oase, Masjid Salman menyediakan lapangan futsal, kantin dan reading corner sebagai layanan untuk jamaahnya, selain layanan ibadah seperti tempat shalat yang nyaman dan pelayanan pembayaran zakat. Kenapa begitu? Tentu agar masyarakat terutama generasi muda betah di masjid. Tidak hanya ke masjid saat shalat saja.

Masjid Salman juga menjadi tempat nongkrong mahasiswa dengan berbagai kegiatannya yang positif. Aih, bayangkan, anak muda nongkrong di masjid. Ajib!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun