Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Jengkol, Antara Aroma dan Permintaan Pasar yang Menjanjikan

28 Februari 2021   15:21 Diperbarui: 1 Maret 2021   23:40 1687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi harga jengkol yang terus melejit (Sumber: KOMPAS.com/PRAMDIA ARHANDO JULIANTO)

Jengkol atau jaring, seperti ceritas di atas, dulu juga tidak dijual di kampung saya, bahkan banyak ditebang dan tidak terlalu diurus oleh petani. Hanya ada beberapa batang yang sengaja dirawat, dua atau tiga batang di lahan penduduk. Selebihnya akan ditebang, diambil kayunya sebagai kayu bakar.

Berbeda dengan 5 tahun ini, tepatnya tahun 2015. Semua hasil bumi mulai punya harga dan selalu ada permintaan. Seperti harga jengkol cukup lumayan tinggi, per kilogram ditaksir seharga Rp 8.000 sewaktu musim panen, bahkan lebih mahal dari harga ayam maupun Ikan per kilogram.

Terkadang permintaan skala besar pun dari luar kota cukup signifikan. Bahkan "toke" atau penadah dari luar kota, pun kerap mencari stok bahan ke desa-desa karena adanya permintaan dari Sumbar, Jambi, Sumsel dan Lampung. Melalui para "toke" yang ada di desa (tentunya telah ada kerja sama), nantinya mereka yang akan mengirim permintaan jengkol ke daerah tujuan.

Karena tingginya tingkat permintaan, terkadang Jengkol di lahan masyarakat sering jadi rawan maling. 

Kata teman, hewan paling berbahaya untuk tanaman jengkol bukan tupai, tapi tupai betambut hitam, yaitu pencuri buah jengkol. Biasanya, di musim panen jengkol para petani sudah mewanti-wanti maling. 

Konon, satu batang pohon jengkol yang telah berusia puluhan tahun bisa mencapai 500 Kg/batang. Bayangkan, jika di lahan terdapat puluhan atau ratusan batang pohon jengkol dan dikali harga per kilogram Rp 8.000. Wah tentunya penghasilan yang didapat akan banyak sekali.

Maka, membudidayakan tanaman jengkol dalam skala besar musti dicoba. Setidaknya pada lahan yang tidak terurus atau digarap di lahan kosong. Sebab, sekarang rata-rata kebanyakan orang lebih mengandalkan budidaya kopi. Padahal harga kopi itu cenderung turun naik, faktor cuaca yang semakin tak menentu, dapat berujung panen kopi kurang memuaskan.

Minimal bagi yang ingin memulai investasi mendatang, jengkol, kemiri, pinang merupakan bisnis yang memiliki prospek menjanjikan. Bahkan saya sendiri sudah budidaya jengkol, meski masih menanam 15 batang, kemiri 20 Batang, dan pinang sepanjang batas lahan dengan lahan orang lain. Tapi saya yakin, bisnis ini akan menguntungkan jika dijalani dengan serius. 

Ya, meskipun jengkol memiliki aroma yang menyengat dan rasanya tidak disukai oleh semua orang. Tapi harganya terus kian melambung, permintaan pasar semakin tinggi. Aroma permintaan jadi pertimbangan.

SALAM

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun