Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kalau Sistem Ini Berjalan, KPK Mungkin Tak Perlu Lagi

11 September 2019   08:21 Diperbarui: 11 September 2019   08:41 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrated By: Pixabay.Com

Fenomena seputar korupsi lebih rentan dilakukan para penyelenggara yang notabene pejabat penting. Faktanya, banyak kasus korupsi yang sering terjadi seringkali menyeret nama-nama elit nasional. Hambalang, KTP elektronik bukti actual yang tidak bisa dibantah oleh kita semua. Berapa besar anggaran Negara habis ditilap para aktor-aktor penting yang seharus menjadi contoh buat rakyat jelata.

Sejarahwan Ongkoham menyebutkan bahwa korupsi mulai dikenal dengan sebagai suatu penyimpangan ketika birokrasi atau suatu sistem melakukan pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan umum.

Penyalahgunaan wewenang demi kepentingan pribadi, khususnya dalam soal keuangan, dianggap sebagai tindak korupsi. Prinsip pemisahan anatara kepentingan dan keuangan pribadi seorang pejabat Negara dengan kepentingan dan keuangan jabatan yang dipangkunya.

Upaya pemberantasan korupsi pun belum signifikan menekan laju praktik-praktik korupsi di Negara ini. Semakin ditekan, toh laju korupsi bahkan semakin meningkat dari kehari. 

Dan semakin sulit untuk diurai bak mata rantai yang saling terhubung antara satu dengan yang lain. Tanpa memberikan efek jera bagi para koruptor. Atau terlalu sukar mengurai benang yang telah kusut.

Alatas,1980; mengungkapkan tipologis korupsi yang beraneka ragam.

  • korupsi transaktif (transactive) seperti adanya transaksi jual beli, ada penawaran dan permintaan diantara pihak yang terkait.
  • korupsi yang memeras (extortive) korupsi yang dipaksakan kepada satu pihak yang disertai dengan ancaman terhadap kepentingan, orang-orang dan hal-hal yang dimilikinya.
  • korupsi investif (investive) adalah memberikan suatu jasa atau barang tertentu kepada pihak lain demi keuntungan di masa depan.
  • korupsi perkerabatan (nepotistic)
  • korupsi defensive (defensive) adalah pihak yang akan dirugikan terpaksa ikut terlibat didalamnya.
  • korupsi otogenik (autogenic) kerupsi yang dilakukan seorang diri tanpa melibatkan orang lain terlibat didalamnya.
  • korupsi suportif (supportive).

Dengan semakin meningkatnya praktik korup serta rumitnya permasalahan yang terjadi baik ditingkat nasional maupun daerah, begitu kronisnya penyakit ini yang mengakibatkan maraknya penyelewengan dan penyalahgunaan uang Negara.

Praktik suap pun menyebabkan berbagai pembangunan kurang memiliki standar mutu yang diharapkan, jual beli posisi pun kerap terjadi. Bahkan praktik niaga di instansi menjadi income oleh segelintir hanya untuk menerbitkan satu surat, masyaraktat harus merogoh kantong terlebih dahulu agar proses lebih cepat. Dalam istilah "uang administrasi". Inilah secuil contoh malpraktik korupsi, kolusi dan nepotis yang sering dijumpai.

Virus korupsi di Indonesia menyebabkan kerugian  sangat besar buat Negara dan menjadi salah indicator penyebab belum mampunya bangsa ini keluar dari krisis berkepanjangan dan masih tetap bertahan sebagai pemeggang predikat Negara berkembang.

Mencoba mencocokan istilah hangat seputar sengketa kemarin. Yaitu istilah TSM. Bahkan tindakan korupsi pun dilakukan lebih terorganisir. Dalam istilah TSM (tersruktur, sistemik dan massif) sangat pas tuk para koruptor.

KPK BUKAN HANYA SENDIRI 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun