Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humor

"Mboten Ngertos" Kui Opo Sih?

11 Juli 2019   09:05 Diperbarui: 11 Juli 2019   09:19 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
wonoderyo.blogspot.com

Chaf Satu (1) Melancong 

Pak Fulan namanya. Kebetulan ditawarin anak sulungnya untuk melancong ke Jakarta. Si anak telah lama menetap di tanah seberang, sejak merantau ikut bersama suaminya. Yang berasal dari sana. Biasa pulang sebelum hari lebaran.

Tuuut, tut, tut HP Pak Fulan berbunyi.

"Apa khabar Pak, sapa si sulung"

"Alhamdulillah baik na, dan khabar kamu disana? juga gimana?"

"Sehat, ni cucu bapak rewelnya minta ampun, mau diajakin main terus sama ibuknya"

"Aikh, kamu juga seperti itu nak, waktu kecilnya, nangis melulu jadi jangan salahin cucu Bapak"

"Na? pulang nggak lebaran ni, kan tahun kemarin nggak pulang?"

"Belum tahu pak, mau pulang apa nggak"

"Kok nggak tahu!"

"Ada yang Ana rencanain loh pak"

"Ni, rencana Ana sama menantu Bapak ni, mau ajakin Bapak dan Emak kesini, jalan ke Jakarta"

"Kan, seumur hidup Bapak belum pernah ke Jakarta, hanya dengerin aja dari tetangga"

"Jadi Ana berencana ajakin Bapak sama Emak, tuk lihat-lihat Ibu Kota Negara ni"

"Ada Monas, ada Taman Mini, Ancol, Ranggunan, dan masih banyak lain Pak, bagus-bagus lagi"

"Gimana ya Na, ntar Bapak pikir dulu, kan Emakmu nggak tau"

"Bisa berabe kalau nggak dibilangin, entar kopi nggak dibuatin lagi loh sama Emakmu"

"Kalau emak setuju Pak, ntar hubungi Ana ya Pak"

Sambil menyeduh kopi diteras rumah. Pak Fulan seperti memikirkan apa yang disampaikan si Ana. Ke Jakarta apa nggak sih. Binggung, kalau ke Jakarta, gimana ya? kan nggak pernah kesana. Gimana jalannya, caranya? Huh, enggak mau, rasanya rugi. Kan Jakarta itu sangat bagus khabarnya. Tu Pak Umar tetangga sebelah kemarin kesana, katanya Jakarta sangat menakjubkan. Kalau disini nggak ada, Jakarta pasti ada semua. Bikin penasaran Pak Fulan.

Sambil berpikir penuh keraguan. Enaknya ceritain aja sama emaknya Ana. Daripada penasaran sendiri. Ntar ada masukan. setuju apa nggak ke Jakarta.

"Neng, sapa Pak Fulan mengawalin perbincangan"

"Pagi tadi saat Neng keluar, Ana nelpon loh"

"Ana bilangin nggak bisa pulang lebaran besok"

"Kok, gitu pak?"

"Katanya, suami Ana lagi banyak kegiatannya"

"Tapi Ana punya rencana lain loh Neng, buat kita"

"Kan lebaran kemarin Ana nggak pulang kok Pak"

"Masa lebaran kali ini, nggak pulang lagi"

"Neng prasangka baik dululah, kan bapak belum udah bicaranya"

"Ana punya rencana ngajakin kita ke Jakarta kok"

"Kan, kita nggak pernah kesana, hanya dengar cerita, gimana Jakarta"

"Itu pun kalau Neng mau"

"Terserah mana baiknya menurut Bapak"

"Kan kesana Neng ikut Bapak"

"Berati, Neng setuju kan"

"Tapi bapak harus pastikan sama Ana dulu"

"Dijemput atau pergi sendiri, kalau enaknya dijempu, kan kita nggak pernah pergi jauh loh pak"

"Otre say, benar-benar nggak salah pilih bapak milih neng"

"huh, dasar gombalnya kering celetuk istrinya, sambil berlalu ke dapur"

Oke pikir Pak Fulan. Enaknya kirim pesan saja melalui SMS sama Ana. Berangkatnya di jemput atau berangkat sendiri. Betul juga apa dibilangin dijemput, kan belum ada pengalaman pergi jauh. Entar tersesat lagi. Ana ini Bapak, kata Emak dia setuju. Tapi, Ana harus jemput Bapak dan Emak. SMS Pak Fulan.

Sambil menyeduh kopi di dapur, SMS masuk. Pak Fulan mengangguk paham akan isinya. Pak jawab Ana, entar dijemput. Tapi bukan Ana maupun Suami Ana yang jemput, tapi mobil travel tetangga Ana yang akan jemput. Jadi lusa Bapak dan Emak harus siap-siap. Mobilnya langsung jemput ke rumah. Bapak nggak perlu lagi, pusing ke terminal.

Lusa, mobil jemputan yang ditunggu oleh Pak Fulan. Tiba. Sangat senang Pak Fulan. Berpamitan, entar di Jakarta. Akan bawak-in oleh-oleh Pak Buk, Sapa pak Fulan pada tetangga. Saat melepaskan kepergian.

Chaf Dua (2) Mboten Ngertos

Perjalanan sangat melelahkan bagi Pak Fulan. Jatah tidur jadi berkurang. Encok seakan kambuh. Kaki jadi sembab. Gerutu Pak Fulan dalam hati. Ooh Jakarta jauh sekali dikau, celetuk pak umar  dalam perjalanan.

Andai saya pernah ke sana. Tidak lah saya ikut keinginan anakku. Perjalanannya sangat melelahkan. Mau buang air susah, macet lagi berjam-jam. Dalam hati Pak Fulan.

Saat tiba di Jakarta. Mata Pak Fulan seakan tak berkedip melihat kota metropolitan. Benar-benar hebat, betul sekali Pak Umar. Gedung-gedung tinggi menjulang. Deretan kendaraan mewah tidak pernah putus sejauh mata memandang. Jalan luas dan bagus. Hebat, pikir pak Umar.

Tiba-tiba matanya, terkejut melihat gambar besar "artis nasional" tepat berada di tepi jalan . Siapa itu ya, gumamnya sama istrinya, sambil menoleh. Tanpa basa basi pun Pak Fulan bertanya. Pada sang Sopir.

"Mas,itu siapa ya?"

"Mboten Ngertos Pak, jawab pak sopir"

"Oh, gumamnya, cakep dan masih muda lagi"

"Kalau yang punya rumah seperti kura-kura itu, siapa ya Mas"

"Mboten Ngertos Pak”

“Besar dan Megah ya”

“Sambil terperanjat, Mas yang ramai-ramai itu itu”

“Meninggal Pak, tanpa menoleh”

“Siapa si yang meningal”

“Mboten Ngertos”

Neng, gumam pak  Fulan pada Istrinya seakan tidak terdengar “mboten ngertos” malang sekali ya. Ganteng, muda, rumah besar pasti orangnya kaya. Andai aku seperti itu, pasti enak hidup ini. Kan Neng. Nggak enaklah. Kan bapak bilang dia malang Sekali. Iya neng, malang usianya. Terlalu cepat dipanggil, sambil menunjuk langit.

Chaf Tiga (3) Gaptek

Saat tiba dirumah anaknya. Pak seakan terus mengingat si “Mboten Ngertos” yang malang.

“Pak, sapa Ana”

“Kok bengong, bapak nggak suka ya ke Jakarta”

“Mana mungkin Bapak nggak suka, timpal Istrinya”

“Dari berangkat semangat Bapak mu, semangat 45 Na”

“Perjalanan, mata Bapak tidak berkedip memandang Jakarta”

“Menakjubkan, maklum di kampung nggak ada Na”

“suara jangkrik, pasar tradisional itu aja yang ada”

“Kalau Jakarta serba ada, celoteh Emak”

“Ini Pak Mak, besok rencananya Ana mau ajakin jalan-jalan loh”

“Melihat Jakarta”

Berbinar-binar kegirangan. Besok jalan-jalan. Nanti kalau pulang. Ntar akau ceritain sama Pak Umar. Dan para tetangga. Ini loh, Jakarta.

Saat berjalan terus berdecak kagum. Melihat ada kereta api berjalan diatas. Deretan kendaraan mewah, dan lain-lain. Lebih kagum lagi saat Ana mengajak masuk kedalam toko besar. Dan naik sebuah tangga jalan. Membuat Pak Fulan ketakutan. Ana, aja  yang naik. Bapak  tunggu aja sini, timpalnya.

Sambil menunggu, tambah hebat ke kaguman Pak fulan pada Jakarta. Edan, edan gumamnya. Dan kebengongan bertambah ketika melihat Ana, selepas berbelanja di Mol hanya mengesekkan sebuah kartu tipis di depan kasir tanpa membayar. Lalu berlalu. Sangat simple.

Sambil menikmati perjalanan melancong kota, Tiba-tiba Pak fulan mendesis, kok sungainya kotor ya. Banyak sampahnya.  Pak Fulan pun bertanya.

"Na, kok kotor air sungainya"

"siapa sih yang membuang sampah sembarangan ini"

"Mboten ngertos, kebetulan ikut logat suaminya"

"jadi mboten ngertos"

"ya pak, mboten ngertos"

"Buruan Pak, bengong kok dipelihara, sapa Ana"

Chaf Empat (4) ini loh Mboten Ngertos

Tanpa binggung Pak fulan, pada awalnya sangat kagum tapi ini loh mboten ngertos, hehehe. Nggak sebagus karirnya, sikapnya kurang bagus untuk jadi cermin. Pikir pak Fulan. Tapi, aku bingung siapa sih Mboten ngertos itu. Pak sopir dari perjalanan selalu jawab "mboten negertos" ketika ditanya. Daripadabinggung ntar aku tanyain sama Ana.

"Na, waktu berangkat kemarin bapak bertanya ke pak sopir selalu dijawab Mboten ngertos"

"Kamu juga ditanya, jawabnya sama dengan pak sopir"

"jadi bapak binggung, Mboten itu apa sih"

"hahaha, terpingkal-pingkal Ana melihat bapaknya"

"Kok tertawa, ada yang lucu ya"

"Bapak lucu, Mboten ngertos aja nggak tahu"

"benaran loh, bapak nggak tahu"

"bapak, Mboten Ngertos itu dalam Bahasa Jawa, artinya Tidak tahu bapak"

"ooh, Bapak pikir nama orang, sambil tertawa"

Curup, 11 Juli 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun