Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Di Balik Sebuah Kata "Kepemimpinan" dalam Gonjang-ganjing Politik Nasional

24 April 2019   07:43 Diperbarui: 24 April 2019   18:00 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pixabay.com

Gempita demokrasi yaitu Pemilu telah selesai. Namun suasana politik nasional seakan tidak kunjung selesai dan akan bersambung ke episode-episode berikutnya. 

Bayang-bayang keributan pun seakan telah muncul bahkan sudah jelas di depan mata. Salah satu contohnya klaim kemenangan salah satu paslon memanaskan tensi perpolitikan nasional dan cenderung memberikan stigma yang kurang baik pada pemilu di tahun ini. 

Dalam ujarnya, salah satu elit politik Nasional jika pemilu tahun ini ada indikasi kecurangan, maka akan adanya gerakan People Power. Istilah ini seakan menakutkan kalau kembali kepada peristiwa Reformasi tahun 1998 yaitu kekacauan Nasional. Tapi, kalau dihubungkan makna kedua perihal ini jelas sekali memiliki indikator dan subtansi yang berbeda.

Tudingan-tudingan seputar pemilu semakin panas bahkan lebih panas melebihi sebelum pelaksanaan pemilu. KPU tidak netral, Lembaga Survey disewa dalam rangka membangun Opini Publik, dan bermacam-macam tudingan yang dilontarkan.

Perihal ini membuat rakyat menjadi binggung, ketakutan, tertawa, dan bersifat apatis akan hal itu. Seakan harmoni yang kurang baik  dalam pandangan mata rakyat. Inipun dapat kita lihat di Media Sosial sekarang yang berkembang. Rata-rata masyarakat berpikir, kok gini loh, elit bangsa!

Menurut Profesor Rhenald Kasali yang saya kutip dalam acara ILC di TVone "Hoaks bukan hanya membodohi masyarakat awam tapi terkadang membodohi orang cerdas".

Jelas ketika informasi yang beredar disikapi dengan fanatisme yang berlebihan tanpa filterisasi. Maka, akan ada pembodohan massal. Dan akan menimbulkan fanatis identitas, dalam hal ini kebablasan akan figure yang kita idolakan. 

Buruknya, ketika pemikiran ini telah tertanam pada seseorang. Alhasil, setiap kebaikan orang lain selalu tidak baik di matanya dan kesalahan yang dilakukan idola akan selalu dibela bila perlu dibenarkan.

Dalam sebuah pepatah:

"Janganlah berlayar terlalu jauh nanti bisa jatuh tenggelam. Jika takut jatuh tenggelam berhenti berlayar di laut luas. Peggang-lah jala jaring ikan. Duduk diam di tepian pantai. Kalau suka bermain api. Janganlah takut jari terbakar. Bila jari tak terbakar. Pedih mata kena asapnya".

Pepatah ini relevan kalau melihat konsekuensi sebuah pemilu yaitu ada menang dan ada yang kalah, ada yang marah dan ada yang senyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun